KUFUR DAN KAFIR
Ø KUFUR DAN KAFIR
1.
Konsep
Kafir
Kafir (kufr, arab) secara bahasa berarti
menutupi. Malam dikatakan kafir karena menutupi siang atau menutupi
kegelapannya. Awan juga dikatakan kafir karena ia menutupi matahari. Para petani
disebut kafir karena menutupi biji atau benih (yang ditanamnya) dengan tanah.
Dengan demikian seseorang dinyatakan kafir jika ia menolak dan menyembunyikan
kebenaran yang dibawa atau diajarkan oleh agama.
Kafir menurut terminology Islam
adalah pendustaan (takzib) terhadap
Rasulullah SAW dan ajaran yang dibawanya.
Menurut kaum Khawarij kafir adalah
meninggalkan perintah-perintah Allah atau melakukan dosa besar. Kafir sebagai
lawan dari iman adalah pengingkaran terhadap Allah dan pendustaan terhadap rasul-rasulny-Nya,
khususnya Muhammad SAW dan ajaran yang dibawanya. Dengan kata lain, kufur
sebagai lawan dari iman berarti tidak bertuhan (atheis), musyrik, dan
murtad (keluar dari agama Islam)
Term kafir dalam berbagai derivasinya
terulang sebanyak 525 kali, dengan makna yang bervariasi. Kafir adakalanya
berarti menutup-nutupi nikmat Tuhan atau
tidak bersyukur atas nikmat yang diperoleh dalam menjalankan kehidupan di Dunia
(Qs. Ibrahim 14:7 dan 22). Selain itu kafir muncul dalam bentuk atau
menunjukkan pelaku diartikan dengan para petani (Qs. Al-Hadid 57:20). Dengan
demikian kata kafir dalam Al-Quran tidan selamanya merupakan lawan iman yang
menunjukkan pengingkaran atau pendustaan terhadap Allah, rasul dan ajaran
dibawanya. Oleh karena itu kata kafir tidak selamanya menunjukkan pengertian
atheis, musyrik, dan murtad, akan tetapi orang-orang yang berstatus muslim
mungkin saja terjatuh pada kekafiran dalam pengertian tertentu.
Toshihiko Izutsu dalam menguraikan kafir
selalu mempertentangkannya dengan pengertian iman. Dalam hal ini, Izutsu
menjelaskan; pertama, iman berarti
pembenaran atau mempercayai Tuhan dan ajaran-ajarannya. Kedua, iman berarti mensyukuri nikmat-nikmat Tuhan, sedangkan kafir
berarti tidak mensyukuri atau berterima kasih atas nikmat-nikmat-Nya (pengertian
ini merupakan pengertian paling pokok mengenai iman dan kafir dalam Al-Quran). Ketiga, iman berarti menerima hidayah
dari tuhan serta selalu menempuh jalan yang benar dan kafir berarti menolak hidayah atau
menempuh jalan yang sesat. Kempat, iman
dianggap sinonim dengan taqwa sedangkan kafir lawan dari taqwa. Kelima, iman berarti menjauhi
sifat-sifat sombong, angkuh dan sejenisnya sedangkan kafir berarti memiliki dan
melaksanakan sifat tersebut
2.
Sebab-sebab
menjadi kafir
a.
Internal
1.
Kepicikan
dan kebodohan
Kekafiran biasa timbul karena
ketidaktahuan yang disebabkan factor-faktor yang memungkinkan bagi manusia
untuk mengenal Tuhan. Misalnya orang yang tinggal didaerah terpencil sehingga
dakwah tidak sampai kepadanya. Dengan demikian meskipun secara fitrah manusia
dapat mengenal dan mengimani Tuhan, namun dalam kondisi yang mengitarinya,
fitrah itu tidak berkembang secara maksimal. Seandainya fitrah manusia itu
dapat berkembang dalam situasi terpencil, itupun hanya terjawantahankan sebatas
dinamisme, animism, dan ataupun politeisme, meskipun tidak menutup kemungkinan
ia bias sampai pada tingkat monoteisme.
Kelompok manusia yang mengkafiri Allah
dengan sengaja, dapat digolongkan ke dalam dua
kategori, yaitu: pertama, orang-orang
yang memang tidak mau mengenal Tuhan.
Kategori ini tidak saja tidak mau mengimani Allah akan tetapi memendam rasa
benci terhadap Allah. Mereka ini dapat digolongkan orang-orang atheis. Kelompok
inilah yang oleh Abdullah digambarkan Al-Qur’an sebagai seburuk-buruk binatang.
Atau pada ayat lain dipersamakan dengan binatang ternak bahkan dianggap lebih
rendah dari itu; kedua, orang-orang
yang tidak mengenal tuhan akan tetapi bersikap netral antara membenci dan
menyukai Tuhan. Kategori ini disebut dengan agnostic yang oleh Ridla dilukiskan
sebagai orang yang jiwa dan intuisinya menderita sakit sehingga ia mampu
menangkap dan merasakan hakikat kebenaran Ilahi.
2.
Kesombongan
dan keangkuhan
Ungkapan Al-quran mengenai kesombongan
dan keangkuhan term kibr, takabbur,
batar, ‘uluww, ‘utuww, dan fakhr. Semua
term tersebut merupakan sifat yang membuat manusia bersifat eksklusif karena
merasa bangga dengan dirinya dan memandang dirinya lebih hebat dari dirinya.
Selanjutnya, Ridla mengatakan bahwa kesombongan dan keangkuhan menghalangi
seseorang untuk berfikir secara jernih guna memperoleh kebenaran dan hidayah.
Berpijak pada pendapat Ridla diatas
dapat disimpulkan bahwa kesombongan dan keangkuhan menghambat proses berfikir
manusia untuk sampai pada kebenaran tertinggi. Karena itu, akalnya tidak dapat
menerima kebenaran ajaran tuhan yang berakibat hatinya tertutup untuk menerima
petunjuk atau hidayah. Keadaan seperti itu akhirnya mengiringi manusia pada
kekafiran.
3.
Keputusan
dalam hidup
Bersenang-senang dan berputus asa
merupakan watak dasar manusia. Bila mendapatkan nikmat manusia bersuka ria dan
larut dalam kegembiraan. Sebaliknya, bila gagal meraih keinginan dan
cita-citanya ia berputus asa. Al-Quran menggambarkan sikap keputusasaan manusia
dengan menggunakan term qunuth dan ya’s. qunut berarti al ya’s min al khair
(rasa putus asa untuk meraih kebaikan), dan ya’s berarti intifa’ al tama
(hilangnya kegairahan dan optimism).
Allah melarang manusia berlumuran dosa
berputus asa dari rahmat/ampunan-Nya (qs. Az Zumar 39 : 53). Oleh karena itu, manusia harus
optimistis terhadap ampunan Allah, meskipun dosanya memenuhi langit dan bumi.
Sikap optimistic akan ampunan Allah akan memberikan dorongan yang kuar untuk
bertaubat. Sebaliknya, sikap putus asa akan ampunan Allah akan membuat manusia
tetap pada lumpur kemaksiatan dan dosa yang pada akhirnya mendorongnya untuk
menjadi kafir.
4.
Kesuksesaan
dan kesenangan dunia
Kesenangan dunia digambarkan oleh
Al-Quran dengan term al-farh yang dipertentangkan dengan term al qunuth. Al farh berarti kegembiraan yang ditimbulkan oleh kelezatan dan
kenikmatan yang bersifat temporer
(a’jilat) dan lebih banyak berkaitan dengan kelezatan jasmani. Secara
umum term al farh berkonotasi
negative, bahkan Allah melarang sikap al-farh
dan sekaligus menyatakan tidak menyukai orang-orang yang bersikap demikian
(QS. Al-Qashash 28:76)
Larangan terhadap al farh dikarenakan
kesenangan itu dapat membuat manusia
lupa diri dan lalai dari mengingat Allah. Kealpaan dalam mengingat Allah
membuat manusia tidak bersyukur (kafir) kepada Allah yang telah memberikan
kesenangan dan kenikmatan kepadanya.
b.
Eksternal
Factor eksternal adalah penyebab kekafiran
yang secara umum dapat dikategorikan sebagai factor lingkungan, khususnya
lingkungan manusia (human environment).
Watak dan kepribadian manusia dibentuk oleh potensi yang dibawa sejak lahir dan
lingkungan social yang mengitarinya. Lingkungan social merupakan salah satu
factor yang memberikan pengaruh besar dalam menentukan bentuk, corak dan
kedalaman penghayatan keagamaan (keimanan) seseorang. Sehubungan dengan ini,
Al-Quran menyatakan bahwa penolakan orang-orang kafir terhadap rasul, antara
lai, dikarenakan mereka tetap berpegang teguh pada tradisi dan kepercayaan
nenek moyang (QS. Al-Baqarah 2:17).
Berdasarkan informasi Al-Quran (Qs.
Al-Baqarah 2:17) dapat disimpulkan nahwa orang tua dan nenek moyang merupakan
lingkungan social yang memiliki pengaruh dominan dalam membentuk kedalaman
penghayatan keberagaman dan keimanan seseorang. Dengan demikian factor ini
sangat dominan dalam mengarahkan seseorang untuk beriman atau menjadi kafir.
3.
Jenis-jenis
kekafiran dan karakteristiknya
Para ulama berbeda pendapat tentang jenis-jenis kafir. Dalam hal ini,
thabathaba’I membagi kafir sebagai berikut:
a. Kafir
juhud
Juhud terhadap Allah yakni tidak
percaya kepada Allah, surga, neraka, dan lain-lain. Penganutnya disebut zindiq atau dahriy. Juhud terhadap ajaran-ajaran Allah secara sadar
serta mengetahui bahwa yang mereka ingkari itu adalah kebenaran yang berasal
dari Allah.
b. Kafir
nikmat yaitu tidak mensyukuri nikmat Allah dan menggunakan nikmat Allah untuk
hal-hal yang tidak dirihai oleh Allah
c. Kafir
ingkar yakni secara sadar dan sengaja tidak melaksanakan (meninggalkan)
perintah-perintah Allah.
d. Kafir
bara’ah, yaitu berlepas diri dari
suatu hal atau peristiwa.
Ibnu
Manzhur membagi kafir menjadi delapan jenis, yaitu:
1. Kafir
ingkar, mengingkari Allah dengan hati dan lidaah serta tidak mengenal
ketauhidan
2. Kafir
juhud, mengakui Allah dengan hati
tetapi tidak mengikrarkan dengan lisan.
3. Kafir
Mu’anadah, mengakui Allah dengan
hati, mengikrarkan dengan lisan tetapi tidak menjadikannya sebagai keyakinan
karena rasa permusuhan, benci, dengki dan semacamnya.
4. Kafir
nifaq, menyatakan keimanan dengan
lisan akan tetapi mengingkarinya dengan hati.
5. Kafir
musyrik, mempersatukan Allah dengan sesuatu.
6. Kafir
nikmat.
7. Kafir
irtidad, kembali menjadi kafir
setelah beriman/ murtad (keluar dari islam).
8. Kafir
bara’ah
Sementara
itu, Harifuddin Cawidu membagi kafir menjadi tujuh macam, yaitu:
·
Kafir ingkar, mengingkari eksistensi
Allah, Rasul-rasul-Nya, dan ajaran-ajaran yang mereka bawa.
·
Kafir juhud, mengetahui dan meyakini Allah dengan hati tetapi mengingkari
dengan lisan.
·
Kafir nifaq, mengakui dan mengikrarkan keimanan dengan lisan tetapi
mengingkarinya dengan hati.
·
Kafir musyrik, menserikatkan Allah
dengan segala sesuatu.
·
Kafir nikmat, tidak mensyukuri nikmat
Allah dan menggunakannya untuk hal-hal yang tidak diridhai oleh Allah.
·
Kafir irtidad, kembali menjadi kafir setelah beriman (keluar dari islam).
·
Kafir ahli kitab
4.
Akibat
kafir
Kekafiran
merupakan perbuatan jahat, bahkan sumber dari segala kejahatan. Oleh karena
itu, dapat dipastikan kekafiran akan menimbulkan dampak buruk yang tidak saja
menimpa orang kafir itu saja tetapi juga menimpa orang lain dan lingkungan.
Ketidakpercayaan kepada Allah dan pokok-pokok ajaran agama lainnya menyebabkan
orang-orang kafir mengalami kehampaan hidup yang berakibat menimbulkan
kegelisahan dan rasa tidak puas yang tiada berujung. Diakhirat kelak mereka
akan dimasukan kedalam neraka.
Ketidakpercayaan
pada ada akhirat mengakibatkan lahirnya sikap mengajar kesenangan duniawi
secara berlebih-lebihan, mengumbar hawa nafsu dan mengabaikan norma-norma
kebajikan. Akibatnya, manusia hidup dalam keserakahan dan menghalalkan segala
cara demi meraih kesenangan duniawi yang hendak dicapainya. Sikap ini akan
menimbulkan eksploitasi baik terhadap sesame manusia maupun oksploitasi alam
secara berlebihan. Kenyataan ini dipastikan akan menimbulkan kerusakan social
dan alam lingkungan.
Akibat
perbuatan-perbuatan di atas orang-orang kafir itu mendapat murka dari Allah
berupa siksa di dunia dan di akhirat. Siksaan di dunia dapat berupa kegelisahan
yang tak berujung, penyakit, gagl mencapai cita-cita, kemiskinan, kehilangan
harta, dan lain sebagainya. Sedangkan diakhirat kelak akan dimasukan ke dalam
api neraka. Meski telah melakukan perbuatan dosa, pintu taubat tetap terbuka
bagi orang-orang kafir (Qs. Al-Baqarah). Sehubungan dengan taubat orang-orang
kafir, At-Thabari menyatakan bahwa Allah menerima taubat orang-orang kafir jika
dilakukan sebelum kematian tiba atau bahkan, sesaat sebelum kematian dating.
Sementara itu Thabathab’I berpendapat bahwa orang-orang kafir yang tidak
bertaubat sampai akhir hayatnya tidak akan dimasukkan Allah ke dalam surga.
Ungkapan Thabathaba’I di atas, mengisyaratkan bahwa Allah akan menerima taubat
orang-orang kafir yang dilakukan secara sungguh-sungguh dan sebelum ajal tiba. Sementara
itu, Al-Biqa’I membagi taubat orang-orang kafir kepada tiga jenis, yaitu: pertama, taubat yang dilakukan
sungguh-sungguh; kedua, taubat al fasidat
(taubat yang tidak sungguh-sungguh); dan ketiga, orang kafir yang tetap dalam kekafirannya hingga akhir
hayat. Sering dengan pendapat al Biqa’I, Abduh membagi taubat orang-orang kafir
kepada tiga tingkatan, yaitu:
a. Orang-orang
kafir yang bertaubat secara sungguh-sungguh kemudian mengiringi taubatnya
dengan perbuatan-perbuatan yang baik. Orang-orang seperti ini berhak medapatkan
ampunan dan kasih sayang Allah.
b. Orang-orang
kafir yang bertaubat tidak
sungguh-sungguh atau mereka hanya bertaubat dari sebagian saja dari tindakan
kekafiran yang telah dilakukan.
c. Orang-orang
kafir yang tidak mau bertaubat, tetapi dalam kekafiran hingga kematian dating
Berpijak
kepada pendapat para mufassir di atas maka dapat disimpulkan bahwa Allah
menerima taubat orang-orang kafir yang dilakukan secara sungguh-sungguh dan
dilakukan sebelum kematian tiba. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa
taubat dapat menghapuskan dosa perbuatan kafir.
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Kafir menurut terminology Islam
adalah pendustaan (takzib) terhadap
Rasulullah SAW dan ajaran yang dibawanya. Menurut kaum Khawarij kafir adalah
meninggalkan perintah-perintah Allah atau melakukan dosa besar. Kafir sebagai
lawan dari iman adalah pengingkaran terhadap Allah dan pendustaan terhadap rasul-rasul-Nya,
khususnya Muhammad SAW dan ajaran yang dibawanya. Dengan kata lain, kufur
sebagai lawan dari iman berarti tidak bertuhan (atheis), musyrik, dan
murtad (keluar dari agama Islam). Sebab-sebab
menjadi kafir yairu faktor internal dan eksternal.
DAFTAR
PUSTAKA
Bunyamin, dkk. 2012.
Aqidah untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Uhamka Press
Al- Quran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar