Senin, 27 Mei 2013

Aqidah


KUFUR DAN KAFIR


Ø  KUFUR DAN KAFIR
1.      Konsep Kafir
Kafir (kufr, arab) secara bahasa berarti menutupi. Malam dikatakan kafir karena menutupi siang atau menutupi kegelapannya. Awan juga dikatakan kafir karena ia menutupi matahari. Para petani disebut kafir karena menutupi biji atau benih (yang ditanamnya) dengan tanah. Dengan demikian seseorang dinyatakan kafir jika ia menolak dan menyembunyikan kebenaran yang dibawa atau diajarkan oleh agama.
Kafir menurut terminology Islam adalah  pendustaan (takzib) terhadap Rasulullah SAW dan ajaran yang dibawanya.
Menurut kaum Khawarij kafir adalah meninggalkan perintah-perintah Allah atau melakukan dosa besar. Kafir sebagai lawan dari iman adalah pengingkaran terhadap Allah  dan pendustaan terhadap rasul-rasulny-Nya, khususnya Muhammad SAW dan ajaran yang dibawanya. Dengan kata lain, kufur sebagai lawan dari iman berarti tidak bertuhan (atheis), musyrik, dan murtad  (keluar dari agama Islam)
Term kafir dalam berbagai derivasinya terulang sebanyak 525 kali, dengan makna yang bervariasi. Kafir adakalanya berarti menutup-nutupi  nikmat Tuhan atau tidak bersyukur atas nikmat yang diperoleh dalam menjalankan kehidupan di Dunia (Qs. Ibrahim 14:7 dan 22). Selain itu kafir muncul dalam bentuk atau menunjukkan pelaku diartikan dengan para petani (Qs. Al-Hadid 57:20). Dengan demikian kata kafir dalam Al-Quran tidan selamanya merupakan lawan iman yang menunjukkan pengingkaran atau pendustaan terhadap Allah, rasul dan ajaran dibawanya. Oleh karena itu kata kafir tidak selamanya menunjukkan pengertian atheis, musyrik, dan murtad, akan tetapi orang-orang yang berstatus muslim mungkin saja terjatuh pada kekafiran dalam pengertian tertentu.
Toshihiko Izutsu dalam menguraikan kafir selalu mempertentangkannya dengan pengertian iman. Dalam hal ini, Izutsu menjelaskan; pertama, iman berarti pembenaran atau mempercayai Tuhan dan ajaran-ajarannya. Kedua, iman berarti mensyukuri nikmat-nikmat Tuhan, sedangkan kafir berarti tidak mensyukuri atau berterima kasih atas nikmat-nikmat-Nya (pengertian ini merupakan pengertian paling pokok mengenai iman dan kafir dalam Al-Quran). Ketiga, iman berarti menerima hidayah dari tuhan serta selalu menempuh jalan yang benar  dan kafir berarti menolak hidayah atau menempuh jalan yang sesat. Kempat, iman dianggap sinonim dengan taqwa sedangkan kafir lawan dari taqwa. Kelima, iman berarti menjauhi sifat-sifat sombong, angkuh dan sejenisnya sedangkan kafir berarti memiliki dan melaksanakan sifat tersebut
2.      Sebab-sebab menjadi kafir
a.      Internal
1.      Kepicikan dan kebodohan
Kekafiran biasa timbul karena ketidaktahuan yang disebabkan factor-faktor yang memungkinkan bagi manusia untuk mengenal Tuhan. Misalnya orang yang tinggal didaerah terpencil sehingga dakwah tidak sampai kepadanya. Dengan demikian meskipun secara fitrah manusia dapat mengenal dan mengimani Tuhan, namun dalam kondisi yang mengitarinya, fitrah itu tidak berkembang secara maksimal. Seandainya fitrah manusia itu dapat berkembang dalam situasi terpencil, itupun hanya terjawantahankan sebatas dinamisme, animism, dan ataupun politeisme, meskipun tidak menutup kemungkinan ia bias sampai pada tingkat monoteisme.
Kelompok manusia yang mengkafiri Allah dengan sengaja, dapat digolongkan ke dalam dua  kategori, yaitu: pertama, orang-orang yang memang tidak mau mengenal  Tuhan. Kategori ini tidak saja tidak mau mengimani Allah akan tetapi memendam rasa benci terhadap Allah. Mereka ini dapat digolongkan orang-orang atheis. Kelompok inilah yang oleh Abdullah digambarkan Al-Qur’an sebagai seburuk-buruk binatang. Atau pada ayat lain dipersamakan dengan binatang ternak bahkan dianggap lebih rendah dari itu; kedua, orang-orang yang tidak mengenal tuhan akan tetapi bersikap netral antara membenci dan menyukai Tuhan. Kategori ini disebut dengan agnostic yang oleh Ridla dilukiskan sebagai orang yang jiwa dan intuisinya menderita sakit sehingga ia mampu menangkap dan merasakan hakikat kebenaran Ilahi.
2.      Kesombongan dan keangkuhan
Ungkapan Al-quran mengenai kesombongan dan keangkuhan term kibr, takabbur, batar, ‘uluww, ‘utuww, dan fakhr. Semua term tersebut merupakan sifat yang membuat manusia bersifat eksklusif karena merasa bangga dengan dirinya dan memandang dirinya lebih hebat dari dirinya. Selanjutnya, Ridla mengatakan bahwa kesombongan dan keangkuhan menghalangi seseorang untuk berfikir secara jernih guna memperoleh kebenaran dan hidayah.
Berpijak pada pendapat Ridla diatas dapat disimpulkan bahwa kesombongan dan keangkuhan menghambat proses berfikir manusia untuk sampai pada kebenaran tertinggi. Karena itu, akalnya tidak dapat menerima kebenaran ajaran tuhan yang berakibat hatinya tertutup untuk menerima petunjuk atau hidayah. Keadaan seperti itu akhirnya mengiringi manusia pada kekafiran.

3.      Keputusan dalam hidup
Bersenang-senang dan berputus asa merupakan watak dasar manusia. Bila mendapatkan nikmat manusia bersuka ria dan larut dalam kegembiraan. Sebaliknya, bila gagal meraih keinginan dan cita-citanya ia berputus asa. Al-Quran menggambarkan sikap keputusasaan manusia dengan menggunakan term qunuth dan ya’s. qunut berarti al ya’s min al khair (rasa putus asa untuk meraih kebaikan), dan ya’s berarti intifa’ al tama (hilangnya kegairahan dan optimism).
Allah melarang manusia berlumuran dosa berputus asa dari rahmat/ampunan-Nya (qs. Az Zumar  39 : 53). Oleh karena itu, manusia harus optimistis terhadap ampunan Allah, meskipun dosanya memenuhi langit dan bumi. Sikap optimistic akan ampunan Allah akan memberikan dorongan yang kuar untuk bertaubat. Sebaliknya, sikap putus asa akan ampunan Allah akan membuat manusia tetap pada lumpur kemaksiatan dan dosa yang pada akhirnya mendorongnya untuk menjadi kafir.
4.      Kesuksesaan dan kesenangan dunia
Kesenangan dunia digambarkan oleh Al-Quran dengan term al-farh yang dipertentangkan dengan term al qunuth. Al farh berarti kegembiraan yang ditimbulkan oleh kelezatan dan kenikmatan yang bersifat temporer  (a’jilat) dan lebih banyak berkaitan dengan kelezatan jasmani. Secara umum term al farh berkonotasi negative, bahkan Allah melarang sikap al-farh dan sekaligus menyatakan tidak menyukai orang-orang yang bersikap demikian (QS. Al-Qashash 28:76)
Larangan terhadap al farh  dikarenakan kesenangan itu dapat  membuat manusia lupa diri dan lalai dari mengingat Allah. Kealpaan dalam mengingat Allah membuat manusia tidak bersyukur (kafir) kepada Allah yang telah memberikan kesenangan dan kenikmatan kepadanya.
b.      Eksternal
Factor eksternal adalah penyebab kekafiran yang secara umum dapat dikategorikan sebagai factor lingkungan, khususnya lingkungan manusia (human environment). Watak dan kepribadian manusia dibentuk oleh potensi yang dibawa sejak lahir dan lingkungan social yang mengitarinya. Lingkungan social merupakan salah satu factor yang memberikan pengaruh besar dalam menentukan bentuk, corak dan kedalaman penghayatan keagamaan (keimanan) seseorang. Sehubungan dengan ini, Al-Quran menyatakan bahwa penolakan orang-orang kafir terhadap rasul, antara lai, dikarenakan mereka tetap berpegang teguh pada tradisi dan kepercayaan nenek moyang (QS. Al-Baqarah 2:17).
Berdasarkan informasi Al-Quran (Qs. Al-Baqarah 2:17) dapat disimpulkan nahwa orang tua dan nenek moyang merupakan lingkungan social yang memiliki pengaruh dominan dalam membentuk kedalaman penghayatan keberagaman dan keimanan seseorang. Dengan demikian factor ini sangat dominan dalam mengarahkan seseorang untuk beriman atau menjadi kafir.
3.      Jenis-jenis kekafiran dan karakteristiknya
Para ulama berbeda pendapat  tentang jenis-jenis kafir. Dalam hal ini, thabathaba’I membagi kafir sebagai berikut:
a.       Kafir juhud
Juhud  terhadap Allah yakni tidak percaya kepada Allah, surga, neraka, dan lain-lain. Penganutnya disebut zindiq atau dahriy. Juhud  terhadap ajaran-ajaran Allah secara sadar serta mengetahui bahwa yang mereka ingkari itu adalah kebenaran yang berasal dari Allah.
b.      Kafir nikmat yaitu tidak mensyukuri nikmat Allah dan menggunakan nikmat Allah untuk hal-hal yang tidak dirihai oleh Allah
c.       Kafir ingkar yakni secara sadar dan sengaja tidak melaksanakan (meninggalkan) perintah-perintah Allah.
d.      Kafir bara’ah, yaitu berlepas diri dari suatu hal atau peristiwa.
Ibnu Manzhur membagi kafir menjadi delapan jenis, yaitu:
1.      Kafir ingkar, mengingkari Allah dengan hati dan lidaah serta tidak mengenal ketauhidan
2.      Kafir juhud, mengakui Allah dengan hati tetapi tidak mengikrarkan dengan lisan.
3.      Kafir Mu’anadah, mengakui Allah dengan hati, mengikrarkan dengan lisan tetapi tidak menjadikannya sebagai keyakinan karena rasa permusuhan, benci, dengki dan semacamnya.
4.      Kafir nifaq, menyatakan keimanan dengan lisan akan tetapi mengingkarinya dengan hati.
5.      Kafir musyrik, mempersatukan Allah dengan sesuatu.
6.      Kafir nikmat.
7.      Kafir irtidad, kembali menjadi kafir setelah beriman/ murtad (keluar dari islam).
8.      Kafir bara’ah
Sementara itu, Harifuddin Cawidu membagi kafir menjadi tujuh macam, yaitu:
·         Kafir ingkar, mengingkari eksistensi Allah, Rasul-rasul-Nya, dan ajaran-ajaran yang mereka bawa.
·         Kafir juhud, mengetahui dan meyakini Allah dengan hati tetapi mengingkari dengan lisan.
·         Kafir nifaq, mengakui dan mengikrarkan keimanan dengan lisan tetapi mengingkarinya dengan hati.
·         Kafir musyrik, menserikatkan Allah dengan segala sesuatu.
·         Kafir nikmat, tidak mensyukuri nikmat Allah dan menggunakannya untuk hal-hal yang tidak diridhai oleh Allah.
·         Kafir irtidad, kembali menjadi kafir setelah beriman (keluar dari islam).
·         Kafir ahli kitab


4.      Akibat kafir
Kekafiran merupakan perbuatan jahat, bahkan sumber dari segala kejahatan. Oleh karena itu, dapat dipastikan kekafiran akan menimbulkan dampak buruk yang tidak saja menimpa orang kafir itu saja tetapi juga menimpa orang lain dan lingkungan. Ketidakpercayaan kepada Allah dan pokok-pokok ajaran agama lainnya menyebabkan orang-orang kafir mengalami kehampaan hidup yang berakibat menimbulkan kegelisahan dan rasa tidak puas yang tiada berujung. Diakhirat kelak mereka akan dimasukan kedalam neraka.
Ketidakpercayaan pada ada akhirat mengakibatkan lahirnya sikap mengajar kesenangan duniawi secara berlebih-lebihan, mengumbar hawa nafsu dan mengabaikan norma-norma kebajikan. Akibatnya, manusia hidup dalam keserakahan dan menghalalkan segala cara demi meraih kesenangan duniawi yang hendak dicapainya. Sikap ini akan menimbulkan eksploitasi baik terhadap sesame manusia maupun oksploitasi alam secara berlebihan. Kenyataan ini dipastikan akan menimbulkan kerusakan social dan alam lingkungan.
Akibat perbuatan-perbuatan di atas orang-orang kafir itu mendapat murka dari Allah berupa siksa di dunia dan di akhirat. Siksaan di dunia dapat berupa kegelisahan yang tak berujung, penyakit, gagl mencapai cita-cita, kemiskinan, kehilangan harta, dan lain sebagainya. Sedangkan diakhirat kelak akan dimasukan ke dalam api neraka. Meski telah melakukan perbuatan dosa, pintu taubat tetap terbuka bagi orang-orang kafir (Qs. Al-Baqarah). Sehubungan dengan taubat orang-orang kafir, At-Thabari menyatakan bahwa Allah menerima taubat orang-orang kafir jika dilakukan sebelum kematian tiba atau bahkan, sesaat sebelum kematian dating. Sementara itu Thabathab’I berpendapat bahwa orang-orang kafir yang tidak bertaubat sampai akhir hayatnya tidak akan dimasukkan Allah ke dalam surga. Ungkapan Thabathaba’I di atas, mengisyaratkan bahwa Allah akan menerima taubat orang-orang kafir yang dilakukan secara sungguh-sungguh dan sebelum ajal tiba. Sementara itu, Al-Biqa’I membagi taubat orang-orang kafir kepada tiga jenis, yaitu: pertama, taubat yang dilakukan sungguh-sungguh; kedua, taubat al fasidat (taubat yang tidak sungguh-sungguh); dan ketiga, orang kafir yang tetap dalam kekafirannya hingga akhir hayat. Sering dengan pendapat al Biqa’I, Abduh membagi taubat orang-orang kafir kepada tiga tingkatan, yaitu:
a.       Orang-orang kafir yang bertaubat secara sungguh-sungguh kemudian mengiringi taubatnya dengan perbuatan-perbuatan yang baik. Orang-orang seperti ini berhak medapatkan ampunan dan kasih sayang Allah.
b.      Orang-orang kafir  yang bertaubat tidak sungguh-sungguh atau mereka hanya bertaubat dari sebagian saja dari tindakan kekafiran yang telah dilakukan.
c.       Orang-orang kafir yang tidak mau bertaubat, tetapi dalam kekafiran hingga kematian dating
Berpijak kepada pendapat para mufassir di atas maka dapat disimpulkan bahwa Allah menerima taubat orang-orang kafir yang dilakukan secara sungguh-sungguh dan dilakukan sebelum kematian tiba. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa taubat dapat menghapuskan dosa perbuatan kafir.

PENUTUP

a.      Kesimpulan
Kafir menurut terminology Islam adalah  pendustaan (takzib) terhadap Rasulullah SAW dan ajaran yang dibawanya. Menurut kaum Khawarij kafir adalah meninggalkan perintah-perintah Allah atau melakukan dosa besar. Kafir sebagai lawan dari iman adalah pengingkaran terhadap Allah  dan pendustaan terhadap rasul-rasul-Nya, khususnya Muhammad SAW dan ajaran yang dibawanya. Dengan kata lain, kufur sebagai lawan dari iman berarti tidak bertuhan (atheis), musyrik, dan murtad  (keluar dari agama Islam). Sebab-sebab menjadi kafir yairu faktor internal dan eksternal.





DAFTAR PUSTAKA
Bunyamin, dkk. 2012. Aqidah untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Uhamka Press
Al- Quran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar