Senin, 27 Mei 2013

Filsafat Ilmu


BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang Masalah
Awalnya filsafat hanya terfokus pada kajian filsafat alam dan filsafat manusia. Tetapi seiringnya waktu berjalan, saat ini kajian filsafat tidak hanya terfokus dalam filsafat alam dan filsafat manusia saja tetapi filsafar kebudayaan, filsafat bahasa bahkan filsafat ilmu pengetahuan.
Filsafat Ilmu Pengetahuan adalah salah satu cabang dari filsafat yang sudah diminati sekitar abad ke-17, namun semenjak abad ke-20 filsafat ilmu pengetahuan telah mengalami perkembangan yang besar, sehingga sebagian orang tidak sanggup mengikuti arus perkembangannya karena beragamnya jurusan. Saat ini sudah ada sekitar 230 jurusan. Awalnya ilmu hanya ada dua yaitu ilmu alam dan ilmu sosial. Tetapi sudah berkembang pesat terutama ilmu alam. Semakin banyak jurusan maka semakin spesifik keilmuan saat ini.
1.2   Rumusan Masalah
·         Apa yang dasar- dasar pengetahuan ?
·         Apa pengertian ilmu ?
·         Bagaimana kedudukan dan Pendekatan Filsafat Ilmu Pengetahuan ?
·         Apa yang dimaksud dengan ontologi ?
·         Apa yang dimaksud dengan epistemologi ?
·         Apa yang dimaksud dengan aksiologi ?
1.3   Tujuan penulisan
·         Untuk mengetahui dasar- dasar pengetahuan.
·         Untuk mengetahui pengertian ilmu
·         Untuk mengetahui kedudukan dan pendekatan filsafat ilmu pengetahuan.
·         Untuk mengetahui ontologi.
·         Untuk mengetahui epistemologi.
·         Untuk mengetahui aksiologi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1   Dasar- dasar Pengetahuan
1.       Penalaran
Kemampuan menalar menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuan mengenai baik- buruk, benar- salah, ataupun indah- jelek. Itu sebabnya hewan tentu berbeda dengan manusia. Hewan memiliki penalaran akan datangnya musuh dan hewan hanya mengunakan penalarannya untuk kelangsungan hidup. Sedangkan manusia yang memiliki penalaran, manusia mengunakan penalaran untuk mengatasi kebutuhan akan kelangsungan hidupnya.
Pengetahuan mampu dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama yakni pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Sebab yang kedua, yang menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuannya dengan cepat dan mantab adalah kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu.[1] Manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan akan datangnya bahaya gunung meletus, tetapi hewan hutan yang tinggal di gunung tersebut tidak mampu memberitahu akan datangnya bahaya gunung meletus melalui bahasa yang digunakan ke hewan yang lain. Hewan mampu bernalar saat datangnya bahaya gunung meletus, maka hewan hutan yang tinggal di gunung tersebut akan keluar dari kawasan bahaya tersebut menuju tempat yang aman, tetapi hewan tidak mampu menguak apa penyebab gunung meletus, bagaimana cara mengatasi bahaya tersebut dan lain sebagainya. Hal itu hanya dapat dilakukan oleh manusia bukan hewan.
Penalaran merupakan kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran. Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Benar bagi tiap orang tidaklah sama maka oleh sebab itu kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu pun juga berbeda. Kriteria kebenaran ini merupakan landasan bagi proses penemuan kebenaran tersebut. Penalaran memiliki ciri- ciri tertentu yaitu suatu pola berpikir yang secara luas disebut logika, dan penalaran adalah sifat analitik dari proses berpikir.[2]
2.       Logika
Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan suatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika. Terdapat dua jenis cara penarikan kesimpulan yaitu logika induktif dan logika deduktif. Logika induktif erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari kasus- kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Sedangkan logika deduktif yang membantu kita dalam penarikan kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (khusus).[3]
3.       Sumber pengetahuan
Segala sesuatu harus diragukan terlebih dahulu atau biasa disebut dengan apriori. Kebenaran merupakan realitas yang didalamnya tidak ada keraguan. Terdapat cara manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar yaitu dengan cara rasio dan pengalaman. Yang pertama beranggapan bahwa kebenaran hanya dapat diperoleh melalui rasio dengan merenungkan segala realitas yang ada disekeliling. Yang kedua beranggapan bahwa kebenaran yang berupa pengetahuan itu hanya dapat diperoleh melalui pengalaman dan bukan melalui penalaran rasional yang abstrak tetapi melalui pengalaman yang konkret. Ada cara lain untuk mendapatkan pengetahuan yaitu dengan cara intuisi dan wahyu. Intuisi adalah pengetahuan yang didapat tanpa melalui penalaran tertentu yang bersifat personal dan tidak bisa di ramalkan. Sedangkan wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia melalui para nabi- nabi.
4.       Kriteria kebenaran
Terdapat tiga teori kebenaran antara lain :
a.       Teori Koherensi
Teori koherensi adalah suatu pernyataan dianggap benar jika pernyataan tersebut konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Sebagai contoh semua makhluk hidup pasti akan mati, maka manusia juga akan mati. Karena manusia termasuk makhluk hidup.
b.      Teori Korespondensi
Teori korespondensi adalah pernyataan dianggap benar jika berhubungan dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Sebagai contoh ibukota Negara Amerika Serikat adalah Washington DC. Pernyataan tersebut benar karena sesuai dengan kenyataan yang ada. Ibukota Negara Amerika Serikat bukan London tetapi Washington DC.
c.       Teori Pragmatis
Teori pragmatis adalah pernyataan dianggap benar jika proses pembuktian secara empiris dalam bentuk pengumpulan fakta- fakta yang mendukung.
2.2   Ilmu
a.       Pengertian ilmu
Kata ilmu berasal dari bahasa arab yaitu alima yang mempunyai arti pengetahuan. Ilmu mempunyai kategori isi yang berupa hipotesis, teori dan dalil hukum. Ilmu merupakan perkembangan lanjutan dari pengetahuan indera. Jenis- jenis ilmu antara lain :
1.       Ilmu praktis adalah ilmu yang tidak hanya hukum umum dan abstrak, tidak berhenti pada teori dan menuju ke dunia kenyataan yang mempelajari hubungan sebab akibat.
2.       Ilmu praktis normatif adalah ilmu yang memberikan ukuran- ukuran dan norma- norma.
3.       Ilmu praktis positif adalah ilmu yang lebih khusus memberikan norma- norma untuk melakukan tindakan agar mencapai hasil tertentu.
4.       Ilmu spekulatif- ideografis adalah ilmu yang mengkaji kebenaran objek dalam wujud nyata ruang dan waktu tertentu.
5.       Ilmu spekulatif-nomotetis adalah ilmu yang mendapatkan hukum umum atau generalisasi substantif .
6.       Ilmu spekulatif- teoritis adalah ilmu untuk memperoleh kebenaran dari keadaan atau peristiwa tertentu.[4]
Ilmu dan filsafat sama- sama mencari pengetahuan yang benar. Tetapi terdapat perbedaan antara pengetahuan filsafat dan pengetahuan ilmu yaitu pengetahuan filsafat bersifat menafsirkan sedangkan pengetahuan ilmu bersifat melukiskan.
b.      Tiga tahap kerja ilmu
Tiga tahap kerja ilmu bagi para ilmuwan antara lain :
1.       Mengumpulkan data- data yang bersifat fakta- fakta.
2.       Pelukisan fakta dengan cara memberikan definisi umum, melakukan analisis fakta- fakta, dan mengklasifikasikan fakta- fakta.
3.       Penjelasan fakta- fakta dengan cara menentukan sebab- sebab terjadinya, dan merumuskan hukum.
Kebenaran ilmu ditentukan oleh sejumlah kriteria yaitu hipotesa atau dugaan pikiran yang berarti mengumpulkan data- data kemudian dilakukan hipotesa, apabila hipotesa telah logis dan sudah diuji maka mendapatkan teori. Ilmu disusun haruslah sistematis, teratur, dan dapat teruji kebenarannya. Kebenaran ilmu sepanjang pengalaman sedangkan kebenaran filsafat sepanjang pemikiran. Ilmu mencari pengetahuan dari segi tertentu atau bidang- bidang khusus, sedangkan filsafat mencari pengetahuan dari semua segi atau secara menyeluruh.
c.       Hubungan antara filsafat dengan ilmu
Hubungan filsafat dengan ilmu menurut pandangan kaum filosof sekarang yaitu:
1.       Hubungan erat antara keduanya. Perkembangan ilmu haruslah bersama- sama dengan filsafat, bahkan ada yang menyamakan ilmu dengan filsafat.
2.       Filsafat tidak berkait dengan ilmu. Ia otonom dan tidak mau diperalat oleh ilmu. [5]
Pandangan pertama beranggapan bahwa filsafat haruslah bedasarkan fakta- fakta penelitian ilmiah, jika tidak berdasarkan fakta penelitian ilmiah maka pernyataan itu tidak bernilai. Dan ada yang beranggapan bahwa filsafat adalah membentuk fundamental ilmu dengan cara analisis- analisis logis dan metode- metode yang dipakai oleh ilmu. Dengam demikian filsafat merupakan riset dari epistemologi. Sedangkan pandangan kedua beranggapan bahwa filsafat itu otonom, tidak ada keterkaitan antara filsafat dengan ilmu bahkan keduanya saling- tantang.

2.3   Kedudukan dan Pendekatan Filsafat Ilmu Pengetahuan
a.       Kedudukan Filsafat Ilmu Pengetahuan dalam Sistematika Filsafat
Pengetahuan yang dimiliki oleh manusia dibagi menjadi dua jenis yaitu pengetahuan yang berasal dari diri manusia itu sendiri dan pengetahuan yang berasal dari luar manusia atau biasa disebut dengan wahyu. Teradapat tiga kategori pengetahuan yaitu :
1.       Pengetahuan indera adalah kemampuan manusia yang dapat melihat, mendengar, peka terhadap sentuhan, dapat mencium sesuatu dan dapat merasakan rasa itu merupakan pemikiran langsung yang bertumpu pada panca indera dan batasnya sampai kepada segala sesuatu yang tidak terperangkap oleh panca indera.
2.       Pengetahuan ilmu adalah manusia berpikir kemudian hasil pemikirannya dilakukan eksperimen. Setelah itu dilakukan dengan sistematika dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannyayang bertumpu pada kegiatan otak dan tangan dan batasnya sampai kepada yang tidak atau belum dapat dilakukan penelitian.
3.       Pengetahuan filsafat adalah manusia memikirkan segala sesuatu secara sistematika, radikal dan universal bertumpu pada otak saja dan batasnya adalah batas alam, namun manusia mencoba memikirkan diluar alam yaitu agama Tuhan .[6]
Kedudukan filsafat pengetahuan adalah menyoroti gejala pengetahuan manusia berdasarkan sudut sebab- musabab pertama. [7] Seperti pokok pembahasannya apa pengetahuan itu benar, dapat dipercaya, tidak berubah- ubah ataupun berkembang, jika pengetahuan berkembang seperti apa perkembangan pengetahuan itu sendiri, jika pengetahuan itu benar apa yang bukti bahwa pengetahuan itu benar, jika pengetahuan itu dapat dipercaya apa sebab pengetahuan itu dapat dipercaya, jika pengetahuan tidak berubah- ubah apa penyebab itu terjadi. Segala sesuatunya harus berdasarkan sebab akibat.
Apa yang disebutkan diatas merupakan gejala pengetahuan yang dapat dilihat sebagai objek material filsafat pengetahuan. Sedangkan ilmu pengetahuan dapat diartikan sebagai pengetahuan yang diatur berdasarkan sistematika dengan langkah- langkah pencapaiannya serta dapat dipertanggung jawabkan secara benar dan teoritis. Ilmu pengetahuan terbagi atas ilmu alam dan ilmu kemanusiaan. Sedangkan filsafat ilmu pengetahuan dibedakan menurut bidang ilmu pengetahuan yang disoroti dan melihat dari hubungan antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lain. Dan kesemuanya harus berdasarkan sebab akibatnya.
b.      Pemahaman tentang Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan bertitik pada gejala “kesadaran akan pengetahuan” yang mempunyai arti setiap tindakan dari pengetahuan secara tersirat. Jika unsur pengetahuan diungkapkan secara tersurat maka itu yang disebut refleksi. Berkat refleksi, pengetahuan yang walnya bersifat spontan jika ditelusuri secara lebih lanjut dengan cara sistematika akan menghasilkan ilmu yang dapat dipertanggung jawabkan. Ilmu pengetahuan akan lebih masuk akal jika hal tersebut dilakukan secara sistematika dan teoritis.
Hasil pengetahuan semakin mengorbankan sifat konkret pengetahuan langsung demi semakin nampaknya suatu susunan menyeluruh yang bersifat abstrak.[8] 
Ilmu pengetahuan dicirikan sebagai usaha untuk mengumpulkan hasil pengetahuan secara teratur dan sistematis, berkat adanya refleksi. Pengungkapan hasil itu terjadi dalam macam- macam model, yang dapat digolongkan menjadi dua model dasar, yaitu model aposteriori dan model apriori. Model apriori sudah dirintis Plato, sedangkan Aristoteles mengutarakan suatu model ilmu di mana sebagai hasil pemeriksaan aposteriori diperoleh suatu “pengetahuan melalui sebab musabab”, yang faham apriorinya mencari ciri khas ilmu.[9]
Cara kerja aposteriori ilmu- ilmu empiris sering diberi nama “induksi” (cara kerja induktif) sedangkan cara kerja apriori ilmu- ilmu pasti biasanya diberi nama deduksi (cara kerja deduktif). Dalam logika, kita menjumpai bahwa deduksi diberi batasan sebagai penalaran dengan kesimpulan yang wilayahnya lebih sempit daripada wilayah premisnya, sedangkan induksi adalah penalaran dengan kesimpulan yang wilayahnya lebih luas daripada wilayah premisnya.[10]
c.       Filsafat Ilmu Pengetahuan
Filsafat pengetahuan memeriksa sebab yang bermula pada kehidupan sehari- hari. Filsafat pengetahuan selalu mencari tahu mengenai kebenaran, kepastian, yang kemudian melalui tahap selanjutnya yaitu objektivitas, abstraksi, intuisi dan dan mempertanyakan dari mana asal pengetahuan dan ke arah mana pengetahuan itu berada.
Filsafat ilmu pengetahuan mempunyai cara yang sama seperti pengetahuan, tetapi terdapat perbedaan yang mendasar mengenai filsafat ilmu pengetahuan yaitu sifat teratur, dan sistematis dalam ilmu pengetahuan agar hasil yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan secara teoritis.
d.      Cara Kerja Filsafat Ilmu Pengetahuan
Filsafat ilmu pengetahuan mempunyai wilayah yang lebih luas daripada penyelidikan tentang cara kerja ilmu-ilmu. Filsafat ilmu pengetahuan memiliki tugas meneliti dan menggali sebab- musabab pertama dari gejala ilmu pengetahuan. Diantaranya paham tentang kepastian, kebenaran, dan objektivitas. Cara kerja filsafat ilmu yaitu bertitik pangkal pada gejala ilmu- ilmu pengetahuan, mengadakan reduksi ke arah intuisi yang ada dalam ilmu- ilmu pengetahuan, sehingga kegiatan ilmu- ilmu dalam pelaksanaannya dapat dimengerti sesuai dengan kekhasannya masing- masing.





2.4   Ontologi : Hakikat Apa yang Dikaji
1.       Metafisika
Tafsiran metafisika yang pertama yang diberikan manusia terhadap alam semesta ini bahwa ada wujud- wujud yang bersifat gaib atau supranatural yang melebihi kekuatan manusia. Mereka beranggapan bahwa roh- roh yang sudah meninggal menempati suatu benda seperti pohon, batu, air terjun dan lain- lain yang disebut kepercayaan animisme. Bertolak belakang dengan pandangan yang pertama, ada yang beranggapan bahwa alam semesta ini tidak mendapat pengaruh dari hal- hal gaib melainkan kekuatan dari alam sendiri yang dapat dipelajari atau bisa disebut dengan orang yang berpaham naturalisme dan materialisme.
2.       Asumsi
Asumsi terhadap ilmu salah satunya adalah Paham determinisme dikembangkan oleh William Hamilton (1788-1856) dari doktri Thomas Hobbes (1588-1679) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat dan gerak yang bersifat universal. Aliran filsafat ini merupakan lawan dari paham fatalisme yang berpendapat bahwa segala kejadian ditentukan oleh nasib yang telah ditetapkan lebih dulu. Paham determinisme bertentangan dengan paham pilihan bebas yang menyatakan bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam menentukan pilihannya tidak terikat kepada hukum alam yang tidak memberi alternatif. Jadi ilmu sebagai pengetahuan yang berfungsi membantu manusia dalam memecahkan masalah praktis sehari- hari, tidaklah perlu memiliki kemutlakan seperti agama yang berfungsi memberikan pedoman terhadap hal- hal yang paling hakiki dari kehidupan ini. Walaupun demikian sampai tahap tertentu ilmu perlu memiliki keabsahan dalam melakukan generalisasi, sebab pengetahuan yang bersifat personal dan individual seperti upaya seni, tidaklah bersifat praktis. Jadi diantara paham determinisme dan pilihan bebas, ilmu menjatuhkan pilihannya terhadap penafsiran probabilistik. [11]
3.       Peluang
Didalam sebuah acara berita, biasanya kita menemukan ramalan cuaca. Di dalam ilmu ramalan cuaca, maka Jakarta akan turun hujan dengan intensitas hujan lebat. Jika pada hari itu ternyata Jakarta tidak hujan, jangan salahkan ilmu. Ilmu hanya dapat memperkirakan akan datangnya hujan 0,8. Jika tidak hujan maka 0,2.
4.       Beberapa asumsi dalam ilmu
Dalam mengembangkan asumsi maka harus memperhatikan beberapa hal yaitu asumsi harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disiplin keilmuan yang merupakan telaah ilmiah, asumsi harus disimpulkan dari “keadaan sebagaimana adanya” bukan “bagaimana keadaan yang seharusnya” yang merupakan telaah moral.
5.       Batas- batas penjelajahan ilmu
Awalnya ilmu hanya terdiri dari ilmu alam dan ilmu sosial. Seiring dengan perkembangan zaman, maka berkembang hingga 650 cabang keilmuan. Untuk orang awam 650 cabang keilmuan mereka tidak mengetahui. Ilmu dapat berkembang karena keingintahuan manusia. Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Ilmu membatasi lingkup penjelajahannya pada batas pengalaman manusia yang disebabkan oleh metode yang dipergunakan dalam menyusun yang telah teruji kebenarannya secara empiris. Ilmu yang bercabang menyebabkan pendangkalan pada ilmu maka diperlukan solusi yaitu pendekatan multi- disiplin dan pendekatan inter- disiplin. Namun tidak mengamburkan otonom disiplin keilmuan dari masing- masing ilmu.

2.5   Epistemologi : Cara Mendapatkan Pengetahuan yang Benar
1.       Jarum sejarah pengetahuan
Zaman dahulu, seorang kepala suku dapat menjadi penghulu, seorang dukun, berdagang dan lain sebagainya. Tetapi untuk zaman sekarang kenyataan tersebut sudah tidak bisa lagi karena bidang keilmuan yang sudah berkembang menjadi 650 cabang keilmuan sehingga spesialisasi pekerjaan semakin sempit. Jika kita ingin membangun sebuah gedung perkantoran, maka harus memperhatikan tata guna lahan, fungsi lahan, sistem drainase lahan, sistem ketahanan bangunan dan banyak lagi.
2.       Pengetahuan
Orang yang tahu disebut mempunyai pengetahuan. Kebanyakan pengetahuan diperoleh melalui pengalaman yang bersentuhan dengan panca indera. Jika es dipanaskan maka es tersebut akan berubah menjadi air. pengetahuan yang demikian itu dimiliki manusia karena ia mempergunakan pengalaman yang diolahnya lebih lanjut- yang dipikirkan kata orang- tidak semuanya dengan pengalaman dan pikirannya sendiri, kerapkali juga mempergunakan pengalaman dan pikiran orang lain. Dengan sadar diusahakan untuk mengetahui sebenar- benarnya, diusahakan benar supaya isi pengetahuan itu sesuai dengan hal yang diketahui (objeknya). Dengan demikian pengetahuan mengejar dengan sadar kebenaran, tidaklah terutama menghiraukan kegunaannya dalam hidup sehari- hari. Pengetahuan dalam usahanya tidaklah puas dengan cara yang serba kebetulan, melainkan berusaha pula mencari jalan tertentu untuk mempermudah diri mencapai tujuannya. Ia bekerja menurut jalan (Yunani:hodos) tertentu, maka dari itu pengetahuan yang tadi di sebut mempunyai metodos. Manusia selalu waspada supaya pengetahuannya itu sesuai dengan objek serta hasil- hasilnya dikumpulkan dengan susunan tertentu pula sehingga semuanya itu merupakan keseluruhan yang tersusun dengan teratur, inilah yang disebut sistem. Pengetahuan memiliki sistem. Jadi pengetahuan kalau dibandingkan dengan ilmu merupakan biji. Kalau biji itu sudah tidak lagi terpendam, melainkan sudah muncul (sadar), berkembang dengan teratur (bermetodos) serta terpelihara baik (bersistem) maka adalah ilmu.[12]
3.       Metode ilmiah
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat- syarat tertentu. Syarat- syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan dengan metode ilmiah.[13] Alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah terdiri atas beberapa langkah yang mencerminkan tahap- tahap dalam kegiatan ilmiah yaitu perumusan masalah, penyusunan kerangka berpikir, perumusan hipotesis, pengujian hipotesis dan penarikan kesimpulan. Jadi proses berikir seorang ilmuan dimulai dari ragu- ragu.
4.       Struktur pengetahuan ilmiah
Sebuah hipotesis yang telah teruji kebenarannya dan telah diakui sebagai pernyataan pengetahuan ilmiah yang baru dan memperkaya khasanah ilmu yang telah ada sebelumnya. Secara garis besar maka terdapat empat jenis pola penjelasan, yaitu :
a.       Penjelasan deduktif adalah menggunakan cara berpikir deduktif untuk menjelaskan sesuatu gejala dengan menarik kesimpulan secara logis dari premis- premis yang ada sebelumnya.
b.      Penjelasan probabilistik adalah penjelasan secara induktif dari sejumlah kasus dengan tidak memberi kepastian. Penjelasan bersifat peluang.
c.       Penjelasan fungsional atau teleologis adalah penjelasan yang meletakkan unsur dalam kaitannya dengan sistem secara keseluruhan yang mempunyai karakteristik atau arah perkembangan tertentu.
d.      Penjelasan genetik adalah menggunakan faktor yang terjadi sebelumnya dalam menjelaskan gejala yang muncul kemudian.

2.6   Aksiologi : Nilai Kegunaan Ilmu
1.       Ilmu dan moral
Ilmu telah membawa manusia untuk memenuhi kebuhan hidup dapat tercapai dengan mudah dan cepat. Ilmu bukan hanya menguasai alam tetapi juga menerangi sesama manusia. Manusia cenderung untuk menyesuaikan diri dengan teknologi yang ada oleh karena sebab itu manusia kehilangan sebagian rasa kemanusiaanya. Ilmu tak jarang digunakan untuk yang tidak baik seperti pembuatan nuklir, dan sarana yang memadai untuk perang. Seharusnya masyarakat dapat mempergunakan teknologi secara baik dan untuk keperluan yang baik bukan untuk disalahgunakan.
Dihadapkan permasalahan moral dalam menghadapi ilmu dan teknologi yang bersifat merusak, maka ada dua golongan pendapat. Golongan pertama yaitu ilmu harus bersifat netral terhadap nilai- nilai baik secara ontologi maupun aksiologi. Pendapat kedua yaitu sikap netral pada ilmu hanya terbatas pada metafisika keilmuan, sedangkan dalam penggunaan, pemilihan objek penelitian maka haruslah berlandasakan asas moral. Masalah moral tidak terlepas dengan tekad manusia untuk mencari kebenaran. Sebab untuk menemukan kebenaran dan mempertahankan kebenaran diperlukan keberanian moral.
2.       Tanggung jawab sosial ilmuwan
Penciptaan ilmu bersifat individual tetapi komunikasi dan penggunaan ilmu bersifat sosial. Seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial yang dipikulnya. Bukan saja karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat namun yang terpenting adalah dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Seorang keilmuan bertanggung jawab terhadap produk keilmuan dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Ruang lingkup yang menjadi tanggung jawab seorang ilmuwan maka hal ini dikembalikan kepada hakikat ilmu itu sendiri. Sikap sosial seorang ilmuwan adalah konsisten dengan proses penelaahan keilmuan yang dilakukan.















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pengetahuan dapat diperoleh melalui berbagai hal diantaranya melalui panca indera. Pengetahuan dapat dikembangkan menjadi sebuah ilmu jika pengetahuan itu dapat diteliti, sistematis, dan dapat diuji kebenarannya secara teoritis. Manusia sebagai makhluk yang bisa berpikir harus bangga terhadap hasil karyanya karena manusia bisa menciptakan ilmu. Ilmu telah mampu menguasai alam dan juga membantu sesama manusia. Tetapi ilmu dan teknologi sudah disalahgunakan. Karena ilmu dan teknologi telah menguasai alam, manusia serakah terhadap alam, mengeksploitasi alam, mementingkan kepentingan manusia tanpa memperhatikan keseimbangan alam. Terbukti dengan pemanasan global.
Seharusnya kita sebagai manusia harus bisa mempergunakan ilmu dan teknologi dengan sebaik- baiknya. Agar bisa menghargai alam bukan hanya menguasai alam semesta.









DAFTAR PUSTAKA
1.       C. Verhaak dan R. Haryono Imam. 1989. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta:PT Gramedia.
2.       Dr. Anton Bakker dan Drs. Achmad Charris Zubair. 1990. Metodologi Penelitian Filsafat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
3.       Jujun S. Suriasumantri. 2009. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
4.       Prof. I.R. Poedjawijatna. 2002. Pembimbing ke Arah Alam Filsafat. Jakarta: Rineka Cipta.
5.       Sidi Gazalba. 1990. Sistematika Filsafat. Jakarta : PT Bulan Bintang.



[1] Jujun S. Suriasumantri. 2009. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. hlm 40
[2] Jujun S. Suriasumantri. 2009. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. hlm 42-43
[3] Ibid., hlm 46-48.
[4] Sidi Gazalba. 1990. Sistematika Filsafat. Jakarta : PT Bulan Bintang. hlm 40-41

[5]Sidi Gazalba. Ibid. hlm 53

[6] Sidi Gazalba. 1990. Sistematika Filsafat. Jakarta : PT Bulan Bintang. hlm 4-8
[7] C. Verhaak dan R. Haryono Imam. 1989. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta:PT Gramedia. hlm 3
[8] Ibid., hlm 8
[9] C. Verhaak dan R. Haryono Imam. Ibid. hlm 12
[10] C. Verhaak dan R. Haryono Imam. Ibid. hlm 17

[11] Jujun S. Suriasumantri. 2009. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. hlm 75-77

[12] Prof. I.R. Poedjawijatna. 2002. Pembimbing ke Arah Alam Filsafat. Jakarta: Rineka Cipta. hlm 4-6
[13] Jujun S. Suriasumantri. 2009. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. hlm 119

Tidak ada komentar:

Posting Komentar