Senin, 27 Mei 2013

Sejarah Indonesia Kontemporer


MASA PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA


1.1 Latar Belakang Masalah
Sebelum terjadinya perang dunia ke II masyarakat Jepang sudah berada di Indonesia pada tahun 30 an mereka berdagang produk-produk Jepang disana .Masa pendudukan  Jepang selama tiga setengah tahun merupakan salah satu periode yang paling menentukan dalam sejarah Indonesia. Sebelum serbuan Jepang tidak ada satu pun tantangan yang serius terhadap kekuasaan Belanda di Indonesia. Pada waktu Jepang menyerah telah berlangsung begitu banyak perubahan luar biasa yang memungkinkan terjadinya revolusi Indonesia. Jepang memberi sumbangan langsung pada perkembangan- perkembangan tersebut. Terutama di Jawa, dan sampai di tingkatan yang lebih kecil di Sumatera, mereka mengindoktrinisasi, melatih , dan mempersenjaatai banyak dari generasi muda serta memberi  kepada para pemimpin yang lebih tua untuk menjalin hubungan dengan rakyat. Diseluruh nusantara mereka mempolitisasikan bangsa Indonesia sampai pada tingkat desa dengan sengaja dan dengan menghadapkan Indonesia pada rezim kolonial yang bersifat sangat menindas dan merusak dalam sejarahnya. Dengan demikian, desa-desa secara keras diigoncang  dari kelesuan dan isolasi politik dari akhir periode belanda. Akhirnya, sesuatu yang paling menunjang ialah kekalahan jepang dalam perang, karena andaikan tujuan mereka membentuk suatu kemakmuran bersama Asia Timur Raya.



Masuknya bangsa Jepang ke Indonesia
Datangnya jepang ke Indonesia mula-mula terjadi atas embargo minyak Amerika terhadap Jepang, minyak yang bagi Angkatan Laut Jepang sebagai bahan strategis yang terpenting itu, hampir semua tergantung pada impor dari Amerika. Adapun mengenai persentasenya yakni pada tahun 1935 sebesar 67 persen dari total impor; tahun 1937 sebesar 74 persen. Ketika pendudukan terhadap pulau Hainan, hampir mencapai 90 persen[1].  Di lain pihak, Amerika mulai merasakan krisis akan kebijakan Luar Negri Jepang di wilayah Asia- Pasifik, seiring dengan munculnya kekuatan Jerman di Eropa terutama “deklarasi tentang disiplin Baru Asia Timur” (toa shinchitssujo Sengen) yang diumumkan oleh Perdana Menteri Jepang Konoe Fumimaro pada tanggal 3 November 1938. Secara keras telah merangsang pemerintah Roosevelt. Dalam keadaan demikian, pembatalan perjanjian perdagangan pelayaran Jepang- Amerika yang disampaikan oleh pihak Amerika kepada Jepang pada bulan Juli 1939. Sembilan bulan setelah pengumuman Konoe tersebut, merupakan langkah pertama” Hukuman ekonomi terhadap Jepang” yang diambil oleh pemerintah Amerika[2]. Dengan kata lain Jepang harus mencari sumber minyaknya sendiri, Jepang melirik wilayah-wilayah selatan yakni Taiwan, Malaysia dan Indonesia, Jepang melirik Indonesia terutama wilayah Sumatera karena Sumatra memiliki kekayaan akan minyak bumi.
Ketika jepang masuk ke Indonesia, Indonesia dibagi menjadi 3 wilayah yakni sumatera, Jawa, Madura. Sumatra ditempatkan dibawah Angkatan Darat ke-25 sedangkan Jawa dan Madura dibawah Angkatan Darat ke-16. Kemudian Kalimantan dan Indonesia Timur dikuasai oleh Angkatan Laut Jepang. Pada dasarnya Jawa adalah wilayah politik yang paling maju diantara wilayah-wilayah Indonesia lainnya tetapi didalam ekonomi sangat kurang penting bagi Jepang. Di Jawa yang besar itu adalah sumber daya manusianya[3].  Kebijakan-kebijakan Jepang disana membangkitkan rasa kesadaran Nasionalis yang lebih jauh dari pada kedua lainnya. Dengan demikian politik di Jawa berbeda dengan daerah yang lainnya.  Artinya pentingnya perkembangan-perkembangan itu untuk dimasa yang akan datang. Kemudian Sumatera adalah wilayah yang sangat di perhatikan oleh jepang karena sumber daya alamnya.
Didalam penilitan Markas Besar Angkatan Darat berdasarkan semua wilayah selatan, empat buah laporan berdasarkan masing-masing wilayah itu telah dibuat. Ternyata Jepang sebelum menguasai wilayah selatan Jepang mempunyai tim penelitian dari Markas Besar Angkatan Darat, yakni Pelaksanaan Pemerintahan Militer terhadap Malaya jajahan Inggris, konsep garis pokok pelaksanaan pemerintahan militer di Hindia-Belanda[4]. Lingkupan pelaksanaan pemerintahan militer di Sumatera kawasan minyak yang pada pokoknya terdiri dari dua propinsi yakni Jambi dan Palembang, di Borneo kawasan penghasil minyak yang berada disekitar Tarakan dan Balikpapan serta kawasan perairan pelabuhan yang digunakan sebagai pangkalan militer di Celebes, kawasan penghasil tambang-tambang yang pada pokoknya di sekitar Koraka dan Soroaka serta kawasan perairan pelabuhan yang digunakan sebagai pangkalan militer oleh Jepang[5].
Untuk menyapu bersih pasukan-pasukan Belanda dan sekutu jepang membutuhkan waktu berbulan-bulan. kekuatan militer belanda tumbang, hanya ada segelintir tentara yang masih tersisa ditempat terpencil. Banya aksi dari militer Jepang  diddukung oleh sebagaian masyarakat Indonesia yang sudah muak dengan pemerintahan Belanda. Ditandai dengan banyak rakyat yang meneyerang serdadu-derdu dan warga sipil Belanda, sehingga salah satu untuk menyerahkan diri adalah menyerah kepada pemerintahan Jepang. Pihak Jepang berniat menawan semua orang Belanda yang masih hidup dan orang-orang Eropa kecuali Negara eropa yang bersekutu dengan Jepang terutama orang-orang Fasis yakni Jerman, tetapi dalam beberapa hal orang-orang Belanda dibutuhkan untuk menjaga supaya Industri tetap berjalan.  Setahun lebih berlalu semua anggota atau orang sipil Belanda yang ditawan oleh Jepang kira-kira jumlah terkhir seluruh tawanan adalah sekitar 170.000 orang. 65 000 orang diantaranya adalah tentara Belanda, 25.000 orang adalah serdadu-serdadu Sekutu lainnya, dan 80.000 adalah warga sipil (termasuk 60.000 wanita dan anak-anak)[6].
Tujuan Jepang yang utama adalah menyusun dan mengarahkan kembali perekonomian Indonesia dalam rangka menopang upaya perang Jepang dan rencana-rencananya bagi dominasi ekonomi jangka panjang terhadap Asia Timur dan Tenggara. Peraturan-peraturan baru yang mengendalikan dan mengatur kembali hasil-hasil utama Indonesia serta putusnya hibungan dengan pasar-pasar ekspor tradisional bersama-sama menimbulkan kekacauan dan penderitaan yang menjadikan tahun-tahun terburuk dari depresi tampak ringan.

2.2 Pergerakan Indonesia masa pendudukan Jepang
a)      Politik Kooperatif Soekarno
Pada tanggal 9 juli 1942 Soekarno dikirim ke Jakarta oleh pihak Jepang di Sumatra atas permintaan angkatan darat ke -16. Berbeda dengan Sjahrir , Soekarno tidak tertarik fasisme dan tidak juga demokrasi. Soekarno menganggap perang tersebut adalah suatu pertarungan antara kedua macam imperialisme. Berbeda dengan Sjahrir yang menolak bekerja sama dengan pihak Jepang. Soekarno menyetujui bekerja sama dengan pihak Jepang  tetapi dalam kerjasamanya dengan pihak Jepang Soekarno memiliki nilai yang luhur yakni Kemerdekaan Indonesia, dengan cara masuk organisasi yang dibuat oleh pihak Jepang dan masuk menjadi pemimpin mereka, organisasi yang diprakarsai oleh Soekarno  antara lain:

a.       PUTERA (PUSAT TENAGA RAKYAT)
Pada bulan maret 1943 organisasi PUTERA muncul organisasi ini mucul setelah dihapuskannya gerakan 3A oleh pihak Jepang. Organisasi ini dipimpin oleh Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara dan Kiai Haji Mas Mansyur. Tujuan putera yang dibuat oleh pihak Jepang adalah membujuk para kaum nasionalis untuk megabdikan tenaga dan pikiraannya untuk kepentingan jepang yakni memobilisasi masyarakat untuk masuk kedalam dan membantu pihak Jepang melawan Sekutu. Tetapi Soekarno mengambil langkah politik atas kepemimpinannya ini dengan melakukan propaganda kepada masyarakat.

b.      JAWA HOKOKAI
Jawa hokokai berdiri ketika PUTERA dihapuskan oleh pihak Jepang karena kurang mendapat dukungan dari masyarakat. Soekarno dan Hasyim Asjari dipilih menjadi penasehat utamanya dalam organisasi ini. Dalam perkembangannya Soekarno mendapat keuntungan dalam jabatannya ini yakni dalam memanfaatkan propaganda bagi Hokokai untuk memperkokoh posisinya sendiri sebagai pemimpin utama kekuatan rakyat.
Pada dasarnya Soekarno melakukan kerja sama kepada pihak Jepang semata-semata untuk menghadapi kekejaman militer oleh pihak Jepang, tetapi semata-mata untuk tujuan yang sangat luhur yakni Kemerdekaan Indonesia.

c.       Gerakan Bawah Tanah Sjahrir
Sjahrir telah dipulangkan ke Jawa oleh pihak Belanda tidak lama sebelum penyerangan Jepang di Indonesia. Sjahrir menentang fasisme dan telah menawarkan dukungan terhadap pihak Belanda. Sjahrir memutuskan untuk menentang Jepang. Pada masa kedudukan Jepang, Sjahrir memakai strategi-strategi untuk melawan kekuasaan Jepang. Sjahrir memilih menjauhkan diri dan membentuk suatu jaringan ,yakni gerakan bawah tanah gerakan Sjahrir ini didukung oleh para mantan anggota PNI baru dan akan berusaha menjalin hubuungan dengan pihak sekutu.Gerakan bawah tanah yang pada akhirnya menjadi kekuatan terbesar yang dipimpin oleh Sutan Sjahrir. Gerakan ini mengembangkan cabang-cabang di Jakarta (Batavia), Cirebon, Garut, Semarang, dan Surabaya. Menarik dukungan yang besar dari kaum pemuda terpelajar dikota-kota tersebut. kelompok-kelompok gerakan yang bekerja sama dengan Sjahrir antara lain :

1.      Persatuan mahasiswa
Terdiri dari para mahasiswa di Jakarta, terutama dari fakultas kedokteran. Dengan maksud menentang perintah agar semua mahasiswa harus memangkas pendek rambutnya. Pada tahun 1942 kelompok pemuda ini mengorganisir pemrotesan terhadap pihak Jepang dengan cara  pemogokan yang luas dari kalangan mahasiswa.

2.      Kelompok-kelompok pelajar
Kelompok pemuda kecil pelajar ini diketuai oleh Muhhammad Natsir dan Sjarifudin Prawiranegara. Sebagian dari mereka bekerja di bawah tanah dan sebagian di atas tanah dan kelompok-kelompok kecil ini sangat berpengaruh dalam penyebaran ide-ide nasionalis anti- Jepang dan mengumpulkan informasi untuk kemudian dilanjutkan kepada organisasi-organisasi yang jauh lebih besar.

3.      Gerakan Djohan Sjaroezah
Gerakan independen dari seorang Minangkabau yang berpendidikan cukup pada tahun 1912-1943. Ia mengatur hubungan dengan gerakan tanah yang lainnya dan menjadi perantara utama dalam hubungan mereka. Pada tahun 1943 ia pergi ke Jawa Timur dan bersama para pemimpin kelompok Sjahrir , membentuk suatu kelompok bawah tanah dikalangan pemuda Surabaya. Setelah membentuk kelompok dikalangan pemuda Surabaya. Djohan membentuk kelompok yang sama dikalangan buruh minyak di Cepu.
Pada dasarnya kelompok-kelompok ini memiliki tujuan yang sama yakni tujuan mereka merembes ke dalam peta dan ke dalam organisasi-organisasi pemuda yang disponsori Jepang. Tujuan mereka merembes ke dalam peta yakni mereka sebanyak mungkin memegang kendali didalam unit-unit semua organisasi itu lewat lewat pemegang posisi kunci yang dapat dipercaya, dan menggiring anggotanya ke arah anti- Jepang dan pro terhadap Sekutu.[7]

2.3 Pergerakan Rakyat
Putera  atau yang sering disebut  (Pusat Pergerakan rakyat) yang didirikan pada tanggal 16 April 1943 oleh Soekarno, Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantoro dan Kyai Haji Mas Mansyur. Tujuan Putera adalah untuk membujuk kaum Nasionalis dan intelektual untuk mengabdikan pikiran dan tenaganya demi untuk kepentingan perang melawan Sekutu dan diharapkan dengan adanya pemimpin orang Indonesia, maka rakyat akan mendukung penuh kegiatan ini. Pada pertengahan tahun 1943 kemampuan militer Jepang sudah mulai mencapai titik lemahnya. Sebaliknya usaha Sekutu yang di ketuai oleh Amerika Serikat yang mendesak pasukan Jepang dari arah Timur di desak terus menerus ke arah Barat. Pada pertengahan tahun 1943 terjadi sebuah titik balik dalam Perang Pasifik dari keadaan menyerang  menjadi keadaan bertahan.
Dalam keadaan tersebut rakyat Indonesia menjadi terisolir dalam hubungan luar. Semuah fasilitas di segel dan di awasi dengan begitu ketet seperti Radio rakyat Indonesia tidak boleh memakai sehingga rakyat tidak bisa mendenarkan berita-berita luar negri. Rakyat hanya di perkenankan mendengarkan berita-berita yang tujuanya untuk mempropaganda rakyat Indonesia untuk simpati terhadap Jepang. Surat kabar yang di buat oleh rakyat di larang terbit, hanya surat kabar jepang saja yang boleh beredar, dan jika ada yang melanggar akan mendapatkan hukuman yang berat.
Rakyat Indonesia masih bertambah dan diperas tenaganya yaitu diwajibkan untuk membantu perang “Perang Suci” untuk “Kemakmuran di Asia Timur Raya”. Dan para pemimpin Jepang membuat siasat untuk menahan tentara sekutu agar dapat mempertahankan Indonesia dengan alasan yatitu: a. Indonesia adalah salah satu penghasil sumber bahan mentah dan pangan yang sangat dibutuhkan oleh militer Jepang dalam medan pertempuran. b. Indonesia juga merupakan sumber tenaga manusia yang sangat besar untuk menjaga tepi-tepi pantai daerah jajahan jepang, dan pembangunan pun sangat terbantu dengan adanya tenaga kerja Indonesia.
Adapun untuk membangun sarana dan prasarana Jepang mengerahkan tenaga kerja Indonesia yang di sebut Romusa (prajurit pekerja sukarela), yang mana pada saat di terapkan Romusa banyak warga Indonesia yang menjadi korbannya. Dan akhirnya banyak dari rakyat Indonesia menuntut agar tercapainya kemerdekaan Indonesia.[8]
Oleh sebab itu pemerintah Jepang berupaya mencari dukungan dari para pimpinan rakyat Indonesia dengan cara membebaskan tokoh-tokoh pergerakan nasional antara lain Soekarno, Hatta dan Syahrir serta merangkul mereka dalam bentuk kerjasama. Para pemimpin bangsa Indonesia merasa bahwa satu-satunya cara menghadapi kekejaman militer Jepang adalah dengan bersikap kooperatif. Hal ini semata untuk tetap berusaha mempertahankan kemerdekaan secara tidak langsung. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka mereka sepakat bekerjasama dengan pemerintah militer Jepang dengan pertimbangan lebih menguntungkan dari pada melawan. Hal ini didukung oleh propaganda Jepang untuk tidak menghalangi kemerdekaan Indonesia. Maka setelah terjadi kesepakatan, dibentuklah organisasi baru bernama Putera. Keberadaan Putera merupakan organisasi resmi pemerintah yang disebarluaskan melalui surat kabar dan radio, sehingga menjangkau sampai ke desa, namun tidak mendapatkan bantuan dana operasional. Meskipun kegiatannya terbatas, para pemimpin Putera memanfaatkan media massa yang disediakan untuk mengikuti dan mengamati situasi dunia luar serta berkomunikasi dengan rakyat. Karena Putera tidak menguntungkan Jepang, Putera hanya bertahan selama setahun, lalu dibubarkan dan diganti dengan Jawa Hokokai.

2.4 Ekonomi Perang
Datangnya bangsa Jepang di Indonesia di karnakan Ingin membangun Perekonomian dalam rangka menopang ekonomi perang Jepang dan merencanakan ekonomi jangka panjang bagi kawasan Asia Timur dan Tenggara. Sebuah peraturan baru yang mengatur setiap perdagangan ekspor dan memutuskan kerjasama baik tradisonal menimbulkan kekacauan yang yang sangat memperhatinkan. Negara Jepang pun tidak dapat menapung semua barang ekspor dari Indonesia, dan kapal-kapal Sekutu pun mengacaukan pengiriman sehingga pihak Jepang pun tidak bisa memuat begitu banyak barang-barang untuk keperluanya dalam jumlah yang memadai. Pada tahun 1943 produksi karet menurun sampai nsekitar seperlima pada tahun 1941, di tambah di daerah Jawa dan Kalimantan pada tahun itu sama sekali berhenti, produksi teh di Taiwan sepertiganya untuk pemasok gula untuk kawasan Asia Timur Raya, sehingga di daerah Jawa Tengah akan menurun. Pada bulan Agustus 1943 bangsa Jepang mengabil alih perkebunan  tebu dan menawan yang berkebangsaan Eropa yang semula mengelola perkebunan-perkebunan. Dan di daerah Sumatra yang semula perkebunan tembakau pun di ubah menjadi lahan pangan. Sementara pemerrintah Jepang memberikan mata uang bagi penduduk, sehingga terjadi Infasi terutama pada tahun 1943 sampai seterusnya. Pada tahun 1944 dan 1945 terjadi bencana kelaparan bagi rakyat pribumi dikarenakan pengerahan pangan dan tenaga kerja oleh pihak Jepang yang mengakibatkan tingkat kematian meningkat dan kesuburan menjadi menurun. Pada pendudukan Jepang selama periode dua abad Negara-negara yang di jajah sangat menurun tingkat kesuburan dan salah satunya Negara Indonesia yang di tambah penderitaanya seperti: Infasi, korupsi, pasar gelap, dan sebagainya.
            Adapun kebijakan Negara Jepang yang memberikan dua perioritas kepada bangsa Indonesia yakni mengapus semua pengaruh bangsa barat yang ada di Indonesia demi terciptanya kemenangan jepang. Seperti halnya bangsa belanda yang bangsa Jepang pun mempunyai hal yang sama seperti Belanda yang menerapkan hukum kolonial yang bertolak belakang dengan hukum  militer Jepang. Akan tetapi, di tengah-tengah perang besar yang berlangsung pihak Jepang memaksimumkan pemanfaatan atas sumber-sumber, khususnya daerah Jawa dan Sumatra untuk pasokan prajurit-prajurit bangsa Jepang yang sedang bertempur. Dengan berkembangnya peperangan maka usaha-usaha mereka yang menggelora untuk memobilisasi rakyat Indonesia meletakan dasar bagi revolusi yang akan menyusul.
              Perlu di ingat betapa cepatnya kemajuan militer Jepang mengalami kekalahan di mendan perang dari tahun 1942 sampai 1943 seperti pada bulan Mei 1942 di Australia pihak Jepang mengalami kekalahan di daerah Laut Koral, pada bulan Agustus 1942 pasukan Amerika yang mendarat di daerah Solomon dan pada bulan Februari 1943 pasukan Jepang di tekuk dan mundur dan dari sana mengalami banyak kerugian. Mulai tahun 1943 Amerika menjadi pihak ofensif Smaudra Pasifik dan di lain pihak kebijakan Jepang di Indonesia menjadi berkembang walaupu bidang militer mengalami keterpurukan dan akhirnya pihak Jepang tersadar bahwa kekalahan tidak bisa terelakan lagi. Dan Jepang selain melarang pemakaian bahasa, pelarangan juga masuk kedalam seluru aspek yang menggunakan bahasa Belanda. Indonesia diperkenalkan dengan budaya Jepang dan Batavia yang semula nama dari Belanda di ubah menjadi Jakarta lagi, suatu kampanye untuk mepropaganda bangsa Indonesia bahwa bangsa Jepang dan Indonesia adalah satu perjuangan untuk membentuk suatu tatanan yang baru di Asia. Akan tetapi usaha propaganda tersebut mengalami kegagalan dikarnakan adanya kenyataan pendudakan Jepang mengalami kekacauan seperti Ekonomi, teroris polisi militer, kerja paksa dan penyerahan wajib beras.[9]

2.5 Janji dan Status Indonesia di kemudian hari
Pada sekitar bulan Oktober 1944, pihak Jepang melalui Perdana Menteri Kaiso menjanjikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia dalam waktu yang singkat.[10] Hal ini dilakukan sebagai bentuk rasa terima kasih bangsa Jepang ke Indonesia berkat berbagai bantuan dalam Perang Dunia II. Meskipun Perdana Menteri Kaiso tidak dapat memastikan tanggal berapa bangsa Indonesia merdeka, tetapi seluruh masyarakat antusias akan hal tersebut. Banyak terjadi perubahan setelah kejadian itu antara lain Angkatan Bersenjata Jepang di Sumatra dan Jawa mulai mengurangi pengawasan, tokoh- tokoh pergerakan rakyat dalam pidatonya bebas membicara kemerdekaan Indonesia dengan menambahkan sedikit kata- kata yang menunujukan rasa pro terhadap Jepang serta diperbolehkannya pengibaran bendera Merah Putih.
Ada seorang Perwira Angkatan Laut yang ditempatkan di pulau Jawa yang bernama Laksamana Madya Maeda Tadashi yang sangat mendukung rasa nasionalisme di pulau Jawa. Banyak usaha yang telah dilakukan oleh Beliau seperti mendirikan sekolah untuk para pemuda di Jakarta dan Surabaya, membiayai perjalanan pidato Soekarno dan Hatta yang berasal dari dana Angkatan Laut, menghubungi para pemimpin nasionalis untuk memberikan kuliah kepada para mahasiswa untuk melatih para mahasiwa menjadi pemimpin nasionalis yang berkemampuan,
Kelompok- kelompok pemuda dan militer mempunyai organisasi tersendiri yang bernama Barisan Pelopor yang digunakan untuk menyiarkan propaganda, tetapi mereka juga melakukan latihan gerilya. Dan pada bulan Desember 1944, Masyumi sudah diperbolehkan memiliki militer yang bernama Barisan Hizbullah (pasukan Tuhan) kepemimpinan didomonasi oleh tokoh- tokoh Muhammadiyah dan anggota- anggota faksi PSII yang dipimpin oleh Agus Salim yang bersifat kooperatif[11]. Memasuki tahun 1945 pasukan Jepang terus mengalami kekalahan. Laporan kekalahan dari medan pertempuran itu memaksa pemerintah Jepang untuk segera merealisasikan janjinya memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia.
Pada tanggal 1 Maret 1945 panglima pasukan Jepang di pulau Jawa, Letnan Jenderal Kumaici Harada, mengumumkan pembentukan Badan Penyelidikan Usaha- usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai[12]. Pengumuman ini sempat menumbuhkan kepercayaan para tokoh pergerakan nasional Indonesia terhadap kesungguhan pemerintah Jepang untuk memberikan kemerdekaan. Oleh karena itu, banyak tokoh pergerakan nasional Indonesia bersedia terlibat dalam BPUPKI. Pihak Jepang membutuhkan waktu lebih dari satu bulan untuk memilih ketua dan anggota BPUPKI yang semuanya berjumlah 62 orang. Pada tanggal 29 April 1945 penguasa Jepang mengumumkan Dr. Radjiman Wediodiningrat sebagai ketua BPUPKI. Ia didampingi oleh seorang wakil dari pemerintahan Jepang yaitu Ichibangase Yoshio. Selain itu, ada tujuh orang Jepang yang duduk sebagai pengurus istimewa. Dalam badan tersebut diangkat pula dua wakil sekretaris yaitu Abdul Gafar Pringgodigdo dan seorang Jepang yang tidak bisa berbahaha Indonesia. Satu bulan setelah pengumuman, pemerintah pendudukan Jepang pada tanggal 28 Mei 1945 Mengadakan acara pelantikan pengurus dan anggota BPUPKI. Acara pelantikan dilakukan di gedung yang sekarang menjadi kantor Departemen Luar Negeri, yakni Jalan Pejambon Jakarta. Gedung itu pada jaman Jepang dijadikan sebagai kantor Tyou Sangi In (Majelis Penasihat Pusat) yang menggantikan fungsi volksraad (Dewan Rakyat) pada jaman Belanda[13].
Sidang pertama pada tanggal 28 Mei- 2 Juni dan sidang kedua pada tanggal 10-17 Juli dan mencapai persetujuan dasar mengenai masalah perundang- undangan yang kemudian dikenal dengan UUD 1945 dan masalah ekonomi. Persidangan itu membahas bentuk Negara, wilayah Negara, kewarganegaraan, Rancangan UUD, ekonomi dan keuangan, pembelaan Negara, pendidikan dan pengajaran.
Peserta sidang BPUPKI tidak mencapai kesempakatan soal dasar Negara Indonesia. Untuk itu dibentuklah Panitia Kecil yang berjumlah sembilan orang, sehingga panitia ini lebih dikenal dengan Panitia Sembilan yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Keanggotaan panitia kecil mewakili golongan nasionalis dan golongan islam. Dari golongan nasionalis adalah Drs. Muhammad Hatta, Mr. Muhammad Yamin, Mr. Ahmad Subardjo dan Mr.A.A Marawis. Sedangkan golongan islam ialah Abdoel Kahar Moezakir, Abikusno Tjokrosujoso, KH Wahid Hasyim, dan Haji Agus Salim. Tugas utama Panitia Sembilan adalah menyatukan pandangan dasar Negara Indonesia antara yang diusulkan golongan nasionalis dan islam[14]. Akhirnya mereka mencapai kesempatan pada tanggal 22 Juni 1945. Hasil kesepakatan itu disebut sebagai Piagam Jakarta. Piagam ini dimaksudkan sebagai mukadimah UUD 1945.
Tugas BPUPKI telah selesai maka pemerintahan Jepang segera membubarkannya dan membentuk lembaga baru bernama Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)  pada tanggal 7 Agustus 1945. Tugasnya bertindak sebagai badan yang mempersiapkan penyerahan kekuasaan pemerintahan dari tentara Jepang kepada badan tersebut. Panitia ini bertugas menyelesaikan dan megesahkan Rancangan UUD dan Falsafah Negara yang sudah dipersiapkan oleh BPUPKI.[15] Pemerintah Jepang mengangkat Ir. Soekarno sebagai ketua PPKI dengan didampingi Drs. Muhammad Hatta.

2.6 Menjelang Proklamasi
Dalam Perang Dunia II , pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 pihak Sekutu menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki Jepang. Berita kekalahan Jepang telah tersiar kabar melalui radio. Tetapi hanya sedikit orang yang berani mendengarkan radio karena Jepang melarang keras rakyat yang berani mendengarkan radio mengenai perang. Orang yang berani mendengar radio salah satunya Sutan Sjahrir.
Kelompok muda dan kelompok tua memiliki cita- cita yang sama yaitu ingin Indonesia merdeka. Tetapi ada perbedaan diantara keduanya mengenai cara untuk mencapai cita- cita tersebut. Kelompok muda tidak mempercayai keunggulan militer Jepang setelah mendengar peristiwa pemboman yang dilakukan oleh pihak sekutu. Dan mereka mengetahui rencana penyerahan tanpa syarat pemerintah Jepang. Sedangkan kelompok tua tidak mengetahui berita tentang kekalahan Jepang. Kelompok tua mendorong agar kelompok tua segera mengabaikan rencana pemberian kemerdekaan oleh pemerintah Jepang, karena Jepang akan kehilangan haknya memberikan kemerdekaan apabila telah menyerah kalah. Seluruh wilayah kekuasaan Jepang akan jatuh ke tangan sekutu. Kelompok muda melihat ketidakmungkinan pihak Sekutu memberikan kemerdekaan karena di dalam Sekutu tergabung pula Belanda yang ingin menguasai wilayah Indonesia. Berdasarkan pertimbangan ini, maka kelompok muda mendesak kelompok tua untuk segera membacakan Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia tanpa persetujuan dan dukungan pemerintah Jepang.
Namun desakan ini ditolak sehingga terjadilah peristiwa Rengasdengklok yaitu penculikan Ir. Soekarno dan Drs. Muhammad Hatta oleh kelompok muda. Pada tanggal 16 Agustus sekitar jam 10.00 WIB sejumlah pemuda yang dipelopori oleh anggota pasukan Pembela Tanah Air (PETA) dan mahasiswa kelompok militant mengibarkan bendera Merah Putih di Rengasdengklok, disebuah asrama tentara PETA. Selain di asrama PETA, acara serupa juga berlangsung di Kawedanan Rengasdengklok. Menurut Sanusi Wirasoeminta, salah seorang pelaku peristiwa itu, bagi Bung Karno dan Bung Hatta, Rengasdengklok adalah aspirasi dan inspirasi untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.[16]
Pemilihan kota Rengasdengklok sendiri dilakukan berdasarkan perhitungan militer yakni adanya hubungan yang baik antara PETA Daidan Jakarta dengan Daidan Purwakarta karena sering mengadakan latihan bersama. Disamping itu, letaknya yang terpencil yakni 15km ke dalam dari jalan raya Jakarta- Cirebon, mempermudah pengawasan apabila ada tentara Jepang memasuki wilayah Rengasdengklok. Soekarno dan Hatta menolak desakan kelompok pemuda untuk memproklamasikan kemerdekaan tanpa melibatkan Jepang. Alasannya meski Jepang sudah menyerah kalah pada Sekutu, pasukan Jepang masih teramat kuat untuk dilawan. Selain itu, proklamasi harus dilaksanakan di Jakarta yang sejak jaman Belanda merupakan pusat kegiatan pemerintahan. Keduanya hanya bersedia memproklamasikan kemerdekaan setelah kembali ke Jakarta.






BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Datangnya bangsa Jepang ke Indonesia dikarenakan mencari minyak dan sumber daya lainnya untuk keperluan perang. Banyak masyarakat Indonesia menyambut kedatangan bangsa Jepang dengan rasa gembira karena mereka beraggapan bahwa bangsa Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Tetapi itu hanya untuk menarik simpati rakyat Indonesia. Banyak terjadi kelaparan dan kesengsaraan yang didapat oleh Indonesia. Maka timbul berbagai pergerakan yang terjadi di berbagai daerah.
Hingga kekalahan Jepang yang didengar oleh sekelompok pemuda Indonesia yang mendesak agar segeranya proklamasi Indonesia dilaksanakan untuk kepentingan bangsa. Kelompok muda menyakini jika Jepang kalah dalam perang, maka Indonesia akan jatuh ke tangan sekutu. Maka terjadilah peristiwa Rengasdengklok, yaitu penculikan Bung Karno dan Bung Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia atas desakan golongan muda. Tetapi hal itu tidak dilaksanakan atas pertimbangan golongan tua.






DAFTAR PUSTAKA
Kahin, George McTurnan. 1995. Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Solo: Sebelas Maret University Press
Keni’ichi Goto. 1998. Jepang dan pergerakan kebangsaan Indonesia. Jakarta: Obor Indonesia
M.C. Ricklefs. 2010. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta
Sidky, Mohamad. 1985. Sejarah Pergerakan Nasional Bangsa Indonesia. Jakarta: PT Gunung Agung
St. Sularto. Rini,D. 2010. Konflik di Balik Proklamasi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas
Widodo, M. 1978. Citra dan Perjuangan Perintis Kemerdekaan seri Pemberontakan Peta Blitar. Jakarta: Direktorat Jenderal Bantuan Sosial





[1] Keni’ichi Goto. 1998. Jepang dan pergerakan kebangsaan Indonesia. Jakarta: Obor Indonesia
[2] Ibid, hlm 75
[3] M.c Ricklefs. 1993. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: UGM Press. hlm 297-298
[4] Keni’ichi Goto. 1993. Jepang dan Pergerakan Kebangsaan Indonesia. Jakarta: Obor Indonesia
[5] Tim peneliti bagian 1 markas besar angkatan darat’’.konsep pelaksanaan pemerintahan militer di Hindia-Timur jajahan Belanda).31 maret 1941, hlm. 1 .
[6] M.c Ricklefs. 1993. Sejarah Indonesia Modern.  Yogyakarta: UGM Press. hlm 298
[7] Kahin, George McTurnan. 1995. Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Solo: Sebelas Maret University Press. hlm 144
[8] M. Widodo, dkk. 1978. Citra dan Perjuangan Perintis Kemerdekaan.  Jakarta: Depertemen Social RI.
[9] M.C.Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 2005. hlm. 299-301
[10] Kahin, George McTurnan. 1995. Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Solo: Sebelas Maret Press. hlm 145
[11] M.C. Ricklefs. 2010. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. hlm 439
[12] ST. Sularto. 2010. Konflik di Balik Proklamasi. Jakarta :PT. Kompas Media Nusantara. hlm 9
[13] M.C.Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 2005. hlm. 299-301
[14] ST. Sularto. 2010. Konflik di Balik Proklamasi. Jakarta :PT. Kompas Media Nusantara. hlm xvii
[15] Ibid., hlm 16
[16] Ibid., hlm 18

Tidak ada komentar:

Posting Komentar