MASA PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA
1.1
Latar Belakang Masalah
Sebelum
terjadinya perang dunia ke II masyarakat Jepang sudah berada di Indonesia pada
tahun 30 an mereka berdagang produk-produk Jepang disana .Masa pendudukan Jepang selama tiga setengah tahun merupakan
salah satu periode yang paling menentukan dalam sejarah Indonesia. Sebelum
serbuan Jepang tidak ada satu pun tantangan yang serius terhadap kekuasaan
Belanda di Indonesia. Pada waktu Jepang menyerah telah berlangsung begitu
banyak perubahan luar biasa yang memungkinkan terjadinya revolusi Indonesia.
Jepang memberi sumbangan langsung pada perkembangan- perkembangan tersebut.
Terutama di Jawa, dan sampai di tingkatan yang lebih kecil di Sumatera, mereka
mengindoktrinisasi, melatih , dan mempersenjaatai banyak dari generasi muda
serta memberi kepada para pemimpin yang
lebih tua untuk menjalin hubungan dengan rakyat. Diseluruh nusantara mereka
mempolitisasikan bangsa Indonesia sampai pada tingkat desa dengan sengaja dan
dengan menghadapkan Indonesia pada rezim kolonial yang bersifat sangat menindas
dan merusak dalam sejarahnya. Dengan demikian, desa-desa secara keras
diigoncang dari kelesuan dan isolasi
politik dari akhir periode belanda. Akhirnya, sesuatu yang paling menunjang
ialah kekalahan jepang dalam perang, karena andaikan tujuan mereka membentuk
suatu kemakmuran bersama Asia Timur Raya.
Masuknya bangsa Jepang ke Indonesia
Datangnya
jepang ke Indonesia mula-mula terjadi atas embargo minyak Amerika terhadap
Jepang, minyak yang bagi Angkatan Laut Jepang sebagai bahan strategis yang terpenting
itu, hampir semua tergantung pada impor dari Amerika. Adapun mengenai persentasenya
yakni pada tahun 1935 sebesar 67 persen dari total impor; tahun 1937 sebesar 74
persen. Ketika pendudukan terhadap pulau Hainan, hampir mencapai 90 persen[1]. Di lain pihak, Amerika mulai merasakan krisis
akan kebijakan Luar Negri Jepang di wilayah Asia- Pasifik, seiring dengan
munculnya kekuatan Jerman di Eropa terutama “deklarasi tentang disiplin Baru
Asia Timur” (toa shinchitssujo Sengen) yang diumumkan oleh Perdana Menteri
Jepang Konoe Fumimaro pada tanggal 3 November 1938. Secara keras telah
merangsang pemerintah Roosevelt. Dalam keadaan demikian, pembatalan perjanjian
perdagangan pelayaran Jepang- Amerika yang disampaikan oleh pihak Amerika
kepada Jepang pada bulan Juli 1939. Sembilan bulan setelah pengumuman Konoe
tersebut, merupakan langkah pertama” Hukuman ekonomi terhadap Jepang” yang
diambil oleh pemerintah Amerika[2].
Dengan kata lain Jepang harus mencari sumber minyaknya sendiri, Jepang melirik
wilayah-wilayah selatan yakni Taiwan, Malaysia dan Indonesia, Jepang melirik
Indonesia terutama wilayah Sumatera karena Sumatra memiliki kekayaan akan
minyak bumi.
Ketika
jepang masuk ke Indonesia, Indonesia dibagi menjadi 3 wilayah yakni sumatera, Jawa,
Madura. Sumatra ditempatkan dibawah Angkatan Darat ke-25 sedangkan Jawa dan
Madura dibawah Angkatan Darat ke-16. Kemudian Kalimantan dan Indonesia Timur
dikuasai oleh Angkatan Laut Jepang. Pada dasarnya Jawa adalah wilayah politik
yang paling maju diantara wilayah-wilayah Indonesia lainnya tetapi didalam
ekonomi sangat kurang penting bagi Jepang. Di Jawa yang besar itu adalah sumber
daya manusianya[3]. Kebijakan-kebijakan Jepang disana
membangkitkan rasa kesadaran Nasionalis yang lebih jauh dari pada kedua
lainnya. Dengan demikian politik di Jawa berbeda dengan daerah yang lainnya. Artinya pentingnya perkembangan-perkembangan
itu untuk dimasa yang akan datang. Kemudian Sumatera adalah wilayah yang sangat
di perhatikan oleh jepang karena sumber daya alamnya.
Didalam
penilitan Markas Besar Angkatan Darat berdasarkan semua wilayah selatan, empat
buah laporan berdasarkan masing-masing wilayah itu telah dibuat. Ternyata
Jepang sebelum menguasai wilayah selatan Jepang mempunyai tim penelitian dari
Markas Besar Angkatan Darat, yakni Pelaksanaan Pemerintahan Militer terhadap
Malaya jajahan Inggris, konsep garis pokok pelaksanaan pemerintahan militer di
Hindia-Belanda[4].
Lingkupan pelaksanaan pemerintahan militer di Sumatera kawasan minyak yang pada
pokoknya terdiri dari dua propinsi yakni Jambi dan Palembang, di Borneo kawasan
penghasil minyak yang berada disekitar Tarakan dan Balikpapan serta kawasan
perairan pelabuhan yang digunakan sebagai pangkalan militer di Celebes, kawasan
penghasil tambang-tambang yang pada pokoknya di sekitar Koraka dan Soroaka
serta kawasan perairan pelabuhan yang digunakan sebagai pangkalan militer oleh
Jepang[5].
Untuk
menyapu bersih pasukan-pasukan Belanda dan sekutu jepang membutuhkan waktu
berbulan-bulan. kekuatan militer belanda tumbang, hanya ada segelintir tentara
yang masih tersisa ditempat terpencil. Banya aksi dari militer Jepang diddukung oleh sebagaian masyarakat Indonesia
yang sudah muak dengan pemerintahan Belanda. Ditandai dengan banyak rakyat yang
meneyerang serdadu-derdu dan warga sipil Belanda, sehingga salah satu untuk
menyerahkan diri adalah menyerah kepada pemerintahan Jepang. Pihak Jepang
berniat menawan semua orang Belanda yang masih hidup dan orang-orang Eropa
kecuali Negara eropa yang bersekutu dengan Jepang terutama orang-orang Fasis
yakni Jerman, tetapi dalam beberapa hal orang-orang Belanda dibutuhkan untuk
menjaga supaya Industri tetap berjalan.
Setahun lebih berlalu semua anggota atau orang sipil Belanda yang
ditawan oleh Jepang kira-kira jumlah terkhir seluruh tawanan adalah sekitar
170.000 orang. 65 000 orang diantaranya adalah tentara Belanda, 25.000 orang
adalah serdadu-serdadu Sekutu lainnya, dan 80.000 adalah warga sipil (termasuk
60.000 wanita dan anak-anak)[6].
Tujuan
Jepang yang utama adalah menyusun dan mengarahkan kembali perekonomian
Indonesia dalam rangka menopang upaya perang Jepang dan rencana-rencananya bagi
dominasi ekonomi jangka panjang terhadap Asia Timur dan Tenggara.
Peraturan-peraturan baru yang mengendalikan dan mengatur kembali hasil-hasil
utama Indonesia serta putusnya hibungan dengan pasar-pasar ekspor tradisional
bersama-sama menimbulkan kekacauan dan penderitaan yang menjadikan tahun-tahun
terburuk dari depresi tampak ringan.
2.2 Pergerakan Indonesia masa
pendudukan Jepang
a)
Politik
Kooperatif Soekarno
Pada
tanggal 9 juli 1942 Soekarno dikirim ke Jakarta oleh pihak Jepang di Sumatra
atas permintaan angkatan darat ke -16. Berbeda dengan Sjahrir , Soekarno tidak tertarik
fasisme dan tidak juga demokrasi. Soekarno menganggap perang tersebut adalah
suatu pertarungan antara kedua macam imperialisme. Berbeda dengan Sjahrir yang
menolak bekerja sama dengan pihak Jepang. Soekarno menyetujui bekerja sama
dengan pihak Jepang tetapi dalam
kerjasamanya dengan pihak Jepang Soekarno memiliki nilai yang luhur yakni
Kemerdekaan Indonesia, dengan cara masuk organisasi yang dibuat oleh pihak Jepang
dan masuk menjadi pemimpin mereka, organisasi yang diprakarsai oleh Soekarno antara lain:
a. PUTERA
(PUSAT TENAGA RAKYAT)
Pada
bulan maret 1943 organisasi PUTERA muncul organisasi ini mucul setelah
dihapuskannya gerakan 3A oleh pihak Jepang. Organisasi ini dipimpin oleh
Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara dan Kiai Haji Mas Mansyur. Tujuan putera
yang dibuat oleh pihak Jepang adalah membujuk para kaum nasionalis untuk
megabdikan tenaga dan pikiraannya untuk kepentingan jepang yakni memobilisasi
masyarakat untuk masuk kedalam dan membantu pihak Jepang melawan Sekutu. Tetapi
Soekarno mengambil langkah politik atas kepemimpinannya ini dengan melakukan
propaganda kepada masyarakat.
b. JAWA
HOKOKAI
Jawa
hokokai berdiri ketika PUTERA dihapuskan oleh pihak Jepang karena kurang mendapat
dukungan dari masyarakat. Soekarno dan Hasyim Asjari dipilih menjadi penasehat
utamanya dalam organisasi ini. Dalam perkembangannya Soekarno mendapat
keuntungan dalam jabatannya ini yakni dalam memanfaatkan propaganda bagi Hokokai
untuk memperkokoh posisinya sendiri sebagai pemimpin utama kekuatan rakyat.
Pada
dasarnya Soekarno melakukan kerja sama kepada pihak Jepang semata-semata untuk
menghadapi kekejaman militer oleh pihak Jepang, tetapi semata-mata untuk tujuan
yang sangat luhur yakni Kemerdekaan Indonesia.
c.
Gerakan
Bawah Tanah Sjahrir
Sjahrir
telah dipulangkan ke Jawa oleh pihak Belanda tidak lama sebelum penyerangan Jepang
di Indonesia. Sjahrir menentang fasisme dan telah menawarkan dukungan terhadap
pihak Belanda. Sjahrir memutuskan untuk menentang Jepang. Pada masa kedudukan
Jepang, Sjahrir memakai strategi-strategi untuk melawan kekuasaan Jepang. Sjahrir
memilih menjauhkan diri dan membentuk suatu jaringan ,yakni gerakan bawah tanah
gerakan Sjahrir ini didukung oleh para mantan anggota PNI baru dan akan
berusaha menjalin hubuungan dengan pihak sekutu.Gerakan
bawah tanah yang pada akhirnya menjadi kekuatan terbesar yang dipimpin oleh
Sutan Sjahrir. Gerakan ini mengembangkan cabang-cabang di Jakarta (Batavia),
Cirebon, Garut, Semarang, dan Surabaya. Menarik dukungan yang besar dari kaum
pemuda terpelajar dikota-kota tersebut. kelompok-kelompok gerakan yang bekerja
sama dengan Sjahrir antara lain :
1. Persatuan
mahasiswa
Terdiri
dari para mahasiswa di Jakarta, terutama dari fakultas kedokteran. Dengan
maksud menentang perintah agar semua mahasiswa harus memangkas pendek
rambutnya. Pada tahun 1942 kelompok pemuda ini mengorganisir pemrotesan
terhadap pihak Jepang dengan cara
pemogokan yang luas dari kalangan mahasiswa.
2. Kelompok-kelompok
pelajar
Kelompok
pemuda kecil pelajar ini diketuai oleh Muhhammad Natsir dan Sjarifudin
Prawiranegara. Sebagian dari mereka bekerja di bawah tanah dan sebagian di atas
tanah dan kelompok-kelompok kecil ini sangat berpengaruh dalam penyebaran
ide-ide nasionalis anti- Jepang dan mengumpulkan informasi untuk kemudian
dilanjutkan kepada organisasi-organisasi yang jauh lebih besar.
3. Gerakan
Djohan Sjaroezah
Gerakan
independen dari seorang Minangkabau yang berpendidikan cukup pada tahun
1912-1943. Ia mengatur hubungan dengan gerakan tanah yang lainnya dan menjadi
perantara utama dalam hubungan mereka. Pada tahun 1943 ia pergi ke Jawa Timur
dan bersama para pemimpin kelompok Sjahrir , membentuk suatu kelompok bawah
tanah dikalangan pemuda Surabaya. Setelah membentuk kelompok dikalangan pemuda
Surabaya. Djohan membentuk kelompok yang sama dikalangan buruh minyak di Cepu.
Pada
dasarnya kelompok-kelompok ini memiliki tujuan yang sama yakni tujuan mereka
merembes ke dalam peta dan ke dalam organisasi-organisasi pemuda yang
disponsori Jepang. Tujuan mereka merembes ke dalam peta yakni mereka sebanyak
mungkin memegang kendali didalam unit-unit semua organisasi itu lewat lewat
pemegang posisi kunci yang dapat dipercaya, dan menggiring anggotanya ke arah
anti- Jepang dan pro terhadap Sekutu.[7]
2.3 Pergerakan Rakyat
Putera atau yang sering disebut (Pusat Pergerakan rakyat) yang didirikan pada
tanggal 16 April 1943 oleh Soekarno, Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantoro dan Kyai
Haji Mas Mansyur. Tujuan Putera adalah untuk membujuk kaum Nasionalis dan
intelektual untuk mengabdikan pikiran dan tenaganya demi untuk kepentingan
perang melawan Sekutu dan diharapkan dengan adanya pemimpin orang Indonesia,
maka rakyat akan mendukung penuh kegiatan ini. Pada pertengahan tahun 1943
kemampuan militer Jepang sudah mulai mencapai titik lemahnya. Sebaliknya usaha
Sekutu yang di ketuai oleh Amerika Serikat yang mendesak pasukan Jepang dari
arah Timur di desak terus menerus ke arah Barat. Pada pertengahan tahun 1943
terjadi sebuah titik balik dalam Perang Pasifik dari keadaan menyerang menjadi keadaan bertahan.
Dalam keadaan tersebut
rakyat Indonesia menjadi terisolir dalam hubungan luar. Semuah fasilitas di
segel dan di awasi dengan begitu ketet seperti Radio rakyat Indonesia tidak
boleh memakai sehingga rakyat tidak bisa mendenarkan berita-berita luar negri.
Rakyat hanya di perkenankan mendengarkan berita-berita yang tujuanya untuk
mempropaganda rakyat Indonesia untuk simpati terhadap Jepang. Surat kabar yang
di buat oleh rakyat di larang terbit, hanya surat kabar jepang saja yang boleh
beredar, dan jika ada yang melanggar akan mendapatkan hukuman yang berat.
Rakyat Indonesia masih
bertambah dan diperas tenaganya yaitu diwajibkan untuk membantu perang “Perang
Suci” untuk “Kemakmuran di Asia Timur Raya”. Dan para pemimpin Jepang membuat
siasat untuk menahan tentara sekutu agar dapat mempertahankan Indonesia dengan
alasan yatitu: a. Indonesia adalah salah satu penghasil sumber bahan mentah dan
pangan yang sangat dibutuhkan oleh militer Jepang dalam medan pertempuran. b.
Indonesia juga merupakan sumber tenaga manusia yang sangat besar untuk menjaga
tepi-tepi pantai daerah jajahan jepang, dan pembangunan pun sangat terbantu
dengan adanya tenaga kerja Indonesia.
Adapun untuk membangun
sarana dan prasarana Jepang mengerahkan tenaga kerja Indonesia yang di sebut Romusa
(prajurit pekerja sukarela), yang mana pada saat di terapkan Romusa banyak
warga Indonesia yang menjadi korbannya. Dan akhirnya banyak dari rakyat
Indonesia menuntut agar tercapainya kemerdekaan Indonesia.[8]
Oleh sebab itu pemerintah
Jepang berupaya mencari dukungan dari para pimpinan rakyat Indonesia dengan
cara membebaskan tokoh-tokoh pergerakan nasional antara lain Soekarno, Hatta
dan Syahrir serta merangkul mereka dalam bentuk kerjasama. Para pemimpin bangsa
Indonesia merasa bahwa satu-satunya cara menghadapi kekejaman militer Jepang
adalah dengan bersikap kooperatif. Hal ini semata untuk tetap berusaha
mempertahankan kemerdekaan secara tidak langsung. Berdasarkan pertimbangan
tersebut, maka mereka sepakat bekerjasama dengan pemerintah militer Jepang
dengan pertimbangan lebih menguntungkan dari pada melawan. Hal ini didukung
oleh propaganda Jepang untuk tidak menghalangi kemerdekaan Indonesia. Maka
setelah terjadi kesepakatan, dibentuklah organisasi baru bernama Putera. Keberadaan
Putera merupakan organisasi resmi pemerintah yang disebarluaskan melalui surat
kabar dan radio, sehingga menjangkau sampai ke desa, namun tidak mendapatkan
bantuan dana operasional. Meskipun kegiatannya terbatas, para pemimpin Putera
memanfaatkan media massa yang disediakan untuk mengikuti dan mengamati situasi
dunia luar serta berkomunikasi dengan rakyat. Karena Putera tidak menguntungkan
Jepang, Putera hanya bertahan selama setahun, lalu dibubarkan dan diganti
dengan Jawa Hokokai.
2.4 Ekonomi Perang
Datangnya
bangsa Jepang di Indonesia di karnakan Ingin membangun Perekonomian dalam
rangka menopang ekonomi perang Jepang dan merencanakan ekonomi jangka panjang
bagi kawasan Asia Timur dan Tenggara. Sebuah peraturan baru yang mengatur setiap
perdagangan ekspor dan memutuskan kerjasama baik tradisonal menimbulkan
kekacauan yang yang sangat memperhatinkan. Negara Jepang pun tidak dapat
menapung semua barang ekspor dari Indonesia, dan kapal-kapal Sekutu pun
mengacaukan pengiriman sehingga pihak Jepang pun tidak bisa memuat begitu
banyak barang-barang untuk keperluanya dalam jumlah yang memadai. Pada tahun
1943 produksi karet menurun sampai nsekitar seperlima pada tahun 1941, di
tambah di daerah Jawa dan Kalimantan pada tahun itu sama sekali berhenti,
produksi teh di Taiwan sepertiganya untuk pemasok gula untuk kawasan Asia Timur
Raya, sehingga di daerah Jawa Tengah akan menurun. Pada bulan Agustus 1943
bangsa Jepang mengabil alih perkebunan
tebu dan menawan yang berkebangsaan Eropa yang semula mengelola
perkebunan-perkebunan. Dan di daerah Sumatra yang semula perkebunan tembakau
pun di ubah menjadi lahan pangan. Sementara pemerrintah Jepang memberikan mata
uang bagi penduduk, sehingga terjadi Infasi terutama pada tahun 1943 sampai
seterusnya. Pada tahun 1944 dan 1945 terjadi bencana kelaparan bagi rakyat
pribumi dikarenakan pengerahan pangan dan tenaga kerja oleh pihak Jepang yang
mengakibatkan tingkat kematian meningkat dan kesuburan menjadi menurun. Pada
pendudukan Jepang selama periode dua abad Negara-negara yang di jajah sangat
menurun tingkat kesuburan dan salah satunya Negara Indonesia yang di tambah
penderitaanya seperti: Infasi, korupsi, pasar gelap, dan sebagainya.
Adapun kebijakan Negara Jepang yang
memberikan dua perioritas kepada bangsa Indonesia yakni mengapus semua pengaruh
bangsa barat yang ada di Indonesia demi terciptanya kemenangan jepang. Seperti
halnya bangsa belanda yang bangsa Jepang pun mempunyai hal yang sama seperti
Belanda yang menerapkan hukum kolonial yang bertolak belakang dengan hukum militer Jepang. Akan tetapi, di tengah-tengah
perang besar yang berlangsung pihak Jepang memaksimumkan pemanfaatan atas
sumber-sumber, khususnya daerah Jawa dan Sumatra untuk pasokan
prajurit-prajurit bangsa Jepang yang sedang bertempur. Dengan berkembangnya
peperangan maka usaha-usaha mereka yang menggelora untuk memobilisasi rakyat
Indonesia meletakan dasar bagi revolusi yang akan menyusul.
Perlu di ingat betapa cepatnya kemajuan militer Jepang mengalami
kekalahan di mendan perang dari tahun 1942 sampai 1943 seperti pada bulan Mei
1942 di Australia pihak Jepang mengalami kekalahan di daerah Laut Koral, pada
bulan Agustus 1942 pasukan Amerika yang mendarat di daerah Solomon dan pada
bulan Februari 1943 pasukan Jepang di tekuk dan mundur dan dari sana mengalami
banyak kerugian. Mulai tahun 1943 Amerika menjadi pihak ofensif Smaudra Pasifik
dan di lain pihak kebijakan Jepang di Indonesia menjadi berkembang walaupu
bidang militer mengalami keterpurukan dan akhirnya pihak Jepang tersadar bahwa
kekalahan tidak bisa terelakan lagi. Dan Jepang selain melarang pemakaian
bahasa, pelarangan juga masuk kedalam seluru aspek yang menggunakan bahasa
Belanda. Indonesia diperkenalkan dengan budaya Jepang dan Batavia yang semula
nama dari Belanda di ubah menjadi Jakarta lagi, suatu kampanye untuk
mepropaganda bangsa Indonesia bahwa bangsa Jepang dan Indonesia adalah satu
perjuangan untuk membentuk suatu tatanan yang baru di Asia. Akan tetapi usaha
propaganda tersebut mengalami kegagalan dikarnakan adanya kenyataan pendudakan
Jepang mengalami kekacauan seperti Ekonomi, teroris polisi militer, kerja paksa
dan penyerahan wajib beras.[9]
2.5 Janji dan Status Indonesia di
kemudian hari
Pada
sekitar bulan Oktober 1944, pihak Jepang melalui Perdana Menteri Kaiso
menjanjikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia dalam waktu yang singkat.[10]
Hal ini dilakukan sebagai bentuk rasa terima kasih bangsa Jepang ke Indonesia
berkat berbagai bantuan dalam Perang Dunia II. Meskipun Perdana Menteri Kaiso
tidak dapat memastikan tanggal berapa bangsa Indonesia merdeka, tetapi seluruh
masyarakat antusias akan hal tersebut. Banyak terjadi perubahan setelah
kejadian itu antara lain Angkatan Bersenjata Jepang di Sumatra dan Jawa mulai
mengurangi pengawasan, tokoh- tokoh pergerakan rakyat dalam pidatonya bebas
membicara kemerdekaan Indonesia dengan menambahkan sedikit kata- kata yang
menunujukan rasa pro terhadap Jepang serta diperbolehkannya pengibaran bendera
Merah Putih.
Ada
seorang Perwira Angkatan Laut yang ditempatkan di pulau Jawa yang bernama
Laksamana Madya Maeda Tadashi yang sangat mendukung rasa nasionalisme di pulau
Jawa. Banyak usaha yang telah dilakukan oleh Beliau seperti mendirikan sekolah
untuk para pemuda di Jakarta dan Surabaya, membiayai perjalanan pidato Soekarno
dan Hatta yang berasal dari dana Angkatan Laut, menghubungi para pemimpin
nasionalis untuk memberikan kuliah kepada para mahasiswa untuk melatih para
mahasiwa menjadi pemimpin nasionalis yang berkemampuan,
Kelompok-
kelompok pemuda dan militer mempunyai organisasi tersendiri yang bernama
Barisan Pelopor yang digunakan untuk menyiarkan propaganda, tetapi mereka juga
melakukan latihan gerilya. Dan pada bulan Desember 1944, Masyumi sudah
diperbolehkan memiliki militer yang bernama Barisan Hizbullah (pasukan Tuhan)
kepemimpinan didomonasi oleh tokoh- tokoh Muhammadiyah dan anggota- anggota
faksi PSII yang dipimpin oleh Agus Salim yang bersifat kooperatif[11].
Memasuki tahun 1945 pasukan Jepang terus mengalami kekalahan. Laporan kekalahan
dari medan pertempuran itu memaksa pemerintah Jepang untuk segera
merealisasikan janjinya memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia.
Pada
tanggal 1 Maret 1945 panglima pasukan Jepang di pulau Jawa, Letnan Jenderal
Kumaici Harada, mengumumkan pembentukan Badan Penyelidikan Usaha- usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai[12].
Pengumuman ini sempat menumbuhkan kepercayaan para tokoh pergerakan nasional
Indonesia terhadap kesungguhan pemerintah Jepang untuk memberikan kemerdekaan.
Oleh karena itu, banyak tokoh pergerakan nasional Indonesia bersedia terlibat
dalam BPUPKI. Pihak Jepang membutuhkan waktu lebih dari satu bulan untuk
memilih ketua dan anggota BPUPKI yang semuanya berjumlah 62 orang. Pada tanggal
29 April 1945 penguasa Jepang mengumumkan Dr. Radjiman Wediodiningrat sebagai
ketua BPUPKI. Ia didampingi oleh seorang wakil dari pemerintahan Jepang yaitu
Ichibangase Yoshio. Selain itu, ada tujuh orang Jepang yang duduk sebagai
pengurus istimewa. Dalam badan tersebut diangkat pula dua wakil sekretaris
yaitu Abdul Gafar Pringgodigdo dan seorang Jepang yang tidak bisa berbahaha
Indonesia. Satu bulan setelah pengumuman, pemerintah pendudukan Jepang pada
tanggal 28 Mei 1945 Mengadakan acara pelantikan pengurus dan anggota BPUPKI.
Acara pelantikan dilakukan di gedung yang sekarang menjadi kantor Departemen
Luar Negeri, yakni Jalan Pejambon Jakarta. Gedung itu pada jaman Jepang
dijadikan sebagai kantor Tyou Sangi In (Majelis Penasihat Pusat) yang
menggantikan fungsi volksraad (Dewan Rakyat) pada jaman Belanda[13].
Sidang
pertama pada tanggal 28 Mei- 2 Juni dan sidang kedua pada tanggal 10-17 Juli
dan mencapai persetujuan dasar mengenai masalah perundang- undangan yang
kemudian dikenal dengan UUD 1945 dan masalah ekonomi. Persidangan itu membahas
bentuk Negara, wilayah Negara, kewarganegaraan, Rancangan UUD, ekonomi dan
keuangan, pembelaan Negara, pendidikan dan pengajaran.
Peserta
sidang BPUPKI tidak mencapai kesempakatan soal dasar Negara Indonesia. Untuk
itu dibentuklah Panitia Kecil yang berjumlah sembilan orang, sehingga panitia
ini lebih dikenal dengan Panitia Sembilan yang diketuai oleh Ir. Soekarno.
Keanggotaan panitia kecil mewakili golongan nasionalis dan golongan islam. Dari
golongan nasionalis adalah Drs. Muhammad Hatta, Mr. Muhammad Yamin, Mr. Ahmad
Subardjo dan Mr.A.A Marawis. Sedangkan golongan islam ialah Abdoel Kahar
Moezakir, Abikusno Tjokrosujoso, KH Wahid Hasyim, dan Haji Agus Salim. Tugas
utama Panitia Sembilan adalah menyatukan pandangan dasar Negara Indonesia
antara yang diusulkan golongan nasionalis dan islam[14].
Akhirnya mereka mencapai kesempatan pada tanggal 22 Juni 1945. Hasil
kesepakatan itu disebut sebagai Piagam Jakarta. Piagam ini dimaksudkan sebagai
mukadimah UUD 1945.
Tugas
BPUPKI telah selesai maka pemerintahan Jepang segera membubarkannya dan
membentuk lembaga baru bernama Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) pada tanggal 7 Agustus 1945. Tugasnya
bertindak sebagai badan yang mempersiapkan penyerahan kekuasaan pemerintahan
dari tentara Jepang kepada badan tersebut. Panitia ini bertugas menyelesaikan
dan megesahkan Rancangan UUD dan Falsafah Negara yang sudah dipersiapkan oleh
BPUPKI.[15]
Pemerintah Jepang mengangkat Ir. Soekarno sebagai ketua PPKI dengan didampingi
Drs. Muhammad Hatta.
2.6 Menjelang Proklamasi
Dalam
Perang Dunia II , pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 pihak Sekutu menjatuhkan
bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki Jepang. Berita kekalahan Jepang telah
tersiar kabar melalui radio. Tetapi hanya sedikit orang yang berani
mendengarkan radio karena Jepang melarang keras rakyat yang berani mendengarkan
radio mengenai perang. Orang yang berani mendengar radio salah satunya Sutan
Sjahrir.
Kelompok
muda dan kelompok tua memiliki cita- cita yang sama yaitu ingin Indonesia
merdeka. Tetapi ada perbedaan diantara keduanya mengenai cara untuk mencapai
cita- cita tersebut. Kelompok muda tidak mempercayai keunggulan militer Jepang
setelah mendengar peristiwa pemboman yang dilakukan oleh pihak sekutu. Dan
mereka mengetahui rencana penyerahan tanpa syarat pemerintah Jepang. Sedangkan
kelompok tua tidak mengetahui berita tentang kekalahan Jepang. Kelompok tua
mendorong agar kelompok tua segera mengabaikan rencana pemberian kemerdekaan
oleh pemerintah Jepang, karena Jepang akan kehilangan haknya memberikan
kemerdekaan apabila telah menyerah kalah. Seluruh wilayah kekuasaan Jepang akan
jatuh ke tangan sekutu. Kelompok muda melihat ketidakmungkinan pihak Sekutu
memberikan kemerdekaan karena di dalam Sekutu tergabung pula Belanda yang ingin
menguasai wilayah Indonesia. Berdasarkan pertimbangan ini, maka kelompok muda
mendesak kelompok tua untuk segera membacakan Proklamasi Kemerdekaan Negara
Republik Indonesia tanpa persetujuan dan dukungan pemerintah Jepang.
Namun
desakan ini ditolak sehingga terjadilah peristiwa Rengasdengklok yaitu
penculikan Ir. Soekarno dan Drs. Muhammad Hatta oleh kelompok muda. Pada
tanggal 16 Agustus sekitar jam 10.00 WIB sejumlah pemuda yang dipelopori oleh
anggota pasukan Pembela Tanah Air (PETA) dan mahasiswa kelompok militant
mengibarkan bendera Merah Putih di Rengasdengklok, disebuah asrama tentara
PETA. Selain di asrama PETA, acara serupa juga berlangsung di Kawedanan
Rengasdengklok. Menurut Sanusi Wirasoeminta, salah seorang pelaku peristiwa
itu, bagi Bung Karno dan Bung Hatta, Rengasdengklok adalah aspirasi dan
inspirasi untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.[16]
Pemilihan
kota Rengasdengklok sendiri dilakukan berdasarkan perhitungan militer yakni
adanya hubungan yang baik antara PETA Daidan Jakarta dengan Daidan Purwakarta
karena sering mengadakan latihan bersama. Disamping itu, letaknya yang
terpencil yakni 15km ke dalam dari jalan raya Jakarta- Cirebon, mempermudah
pengawasan apabila ada tentara Jepang memasuki wilayah Rengasdengklok. Soekarno
dan Hatta menolak desakan kelompok pemuda untuk memproklamasikan kemerdekaan
tanpa melibatkan Jepang. Alasannya meski Jepang sudah menyerah kalah pada
Sekutu, pasukan Jepang masih teramat kuat untuk dilawan. Selain itu, proklamasi
harus dilaksanakan di Jakarta yang sejak jaman Belanda merupakan pusat kegiatan
pemerintahan. Keduanya hanya bersedia memproklamasikan kemerdekaan setelah
kembali ke Jakarta.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Datangnya
bangsa Jepang ke Indonesia dikarenakan mencari minyak dan sumber daya lainnya
untuk keperluan perang. Banyak masyarakat Indonesia menyambut kedatangan bangsa
Jepang dengan rasa gembira karena mereka beraggapan bahwa bangsa Jepang akan
memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Tetapi itu hanya untuk menarik simpati
rakyat Indonesia. Banyak terjadi kelaparan dan kesengsaraan yang didapat oleh
Indonesia. Maka timbul berbagai pergerakan yang terjadi di berbagai daerah.
Hingga
kekalahan Jepang yang didengar oleh sekelompok pemuda Indonesia yang mendesak
agar segeranya proklamasi Indonesia dilaksanakan untuk kepentingan bangsa.
Kelompok muda menyakini jika Jepang kalah dalam perang, maka Indonesia akan
jatuh ke tangan sekutu. Maka terjadilah peristiwa Rengasdengklok, yaitu
penculikan Bung Karno dan Bung Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia atas desakan golongan muda. Tetapi hal itu tidak dilaksanakan atas
pertimbangan golongan tua.
DAFTAR PUSTAKA
Kahin,
George McTurnan. 1995. Nasionalisme dan
Revolusi di Indonesia. Solo: Sebelas Maret University Press
Keni’ichi
Goto. 1998. Jepang dan pergerakan
kebangsaan Indonesia. Jakarta: Obor Indonesia
M.C.
Ricklefs. 2010. Sejarah Indonesia Modern
1200-2008. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta
Sidky,
Mohamad. 1985. Sejarah Pergerakan
Nasional Bangsa Indonesia. Jakarta: PT Gunung Agung
St.
Sularto. Rini,D. 2010. Konflik di Balik
Proklamasi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas
Widodo,
M. 1978. Citra dan Perjuangan Perintis
Kemerdekaan seri Pemberontakan Peta Blitar. Jakarta: Direktorat Jenderal
Bantuan Sosial
[1] Keni’ichi Goto. 1998. Jepang
dan pergerakan kebangsaan Indonesia. Jakarta: Obor Indonesia
[2] Ibid, hlm 75
[3] M.c Ricklefs. 1993. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: UGM
Press. hlm 297-298
[4] Keni’ichi Goto. 1993. Jepang dan Pergerakan Kebangsaan Indonesia.
Jakarta: Obor Indonesia
[5] Tim peneliti bagian 1 markas besar angkatan darat’’.konsep
pelaksanaan pemerintahan militer di Hindia-Timur jajahan Belanda).31 maret
1941, hlm. 1 .
[6] M.c Ricklefs. 1993. Sejarah Indonesia Modern.
Yogyakarta: UGM Press. hlm 298
[7] Kahin, George
McTurnan. 1995. Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Solo: Sebelas Maret
University Press. hlm 144
[8] M. Widodo, dkk. 1978. Citra dan Perjuangan Perintis Kemerdekaan. Jakarta: Depertemen Social RI.
[9] M.C.Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
2005. hlm. 299-301
[10] Kahin, George McTurnan. 1995. Nasionalisme dan Revolusi di
Indonesia. Solo: Sebelas Maret Press. hlm 145
[11] M.C. Ricklefs. 2010. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta:
PT Serambi Ilmu Semesta. hlm 439
[12] ST. Sularto. 2010. Konflik di Balik Proklamasi. Jakarta :PT.
Kompas Media Nusantara. hlm 9
[13] M.C.Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
2005. hlm. 299-301
[14] ST. Sularto. 2010. Konflik di Balik Proklamasi. Jakarta :PT.
Kompas Media Nusantara. hlm xvii
[15] Ibid., hlm 16
[16] Ibid., hlm 18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar